Oleh Jon 666

Ini lagu yang Kimung tulis untuk Nicfit atau Karat. Untuk dua band ini, Kimung mengungkapkan sudah memiliki pola music yang satu sama lain berbeda namun memiliki benang merah yang sama. Lagu ini juga mempertegas latar belakang noise rock atau grunge dalam musikalitas Kimung. Agak terlalu gelap untuk Karat sebenarnya, namun tak baik juga selalu ada di sisi terang. Simaklah,

Rock the night, roll the night

Spin the wheels, hit the road

Suck the chicks in the topless bar

Shoot the speed drag the weed

Fukk the world and fukk em all

Juggling juggling a lonely hill

The fallen angel pikaboo

Suck the world and never stop

Green me baby

Shoot shoot

I’m green baby

Lets shoot

Heal me baby dear all friends

Suck me up, get me highth

Feast of friends, kiss the moon

Howling howling breakin’ thru

Misery blackened wall

Into your grace I sail away

Let the lust let the passion

Your wet forest is where I dwell

2 Mei, Rabu,

Karat syuting untuk program kreativitas STV yang dipandu oleh Ridwan Kamil. Senang sekali bisa syuting bersama Mang Emil, sahabat yang juga terus mengikuti perkembangan Karat sejak lahir hingga kini. Mangs Emil juga yang selama ini secara langsung terus memberikan dukungan-dukungan dan masukan kepada Karat. Rahayu mangs!

 

4 Mei, Jumat

Saya dan Wilda mengunjungi Mang Dedi untuk memesan ukulele berbahan bambu. Perjalanan lalu diteruskan mengunjungi Mang Gembok di resort yang ia kelola, Aki Enin, kawasan Cicalengka untuk membicarakan mengenai tur Karat dan kemungkinan penggarapan acara parade karinding di Cicalengka. Pulangnya kami nyekar ke makam Ivan Scumbag sebelum akhirnya bertemu kawan-kawan di Vanilla Café, menghadiri hearing session album Pure Saturday yang baru. Di acara ini Andris mengutarakan rencananya menggarap majalah dan website penabuh drum Indonesia. Untuk itu ia meminta bantuan saya dan Echo. Sementara itu, siang harinya di Common Room, Flava kembali berlatih dalam komposisi personil lama untuk persiapan rekaman.

Malamnya, Paperback seharusnya dijadwalkan tampil di Beat n Bite mengisi program acara di Radio Oz yang dipandu Nobi Bottle Smoker. Namun karena berbagai hal, Paperback urung tampil. Saya, Jawis, dan Hendra bergabung dengan Man, Jimbot, dan Okid malam itu untuk melakukan diskusi bersama Inel dan kawan-kawan dari prikologi UPI untuk kepentingan tugas akhirnya.

 

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Eddie Vedder, Fugazi, L7, Soundgarden, Joy Division, Ministry, Alice in Chain, Blind Melon

Books : Al Qur’an al Karim

Movies : The Tourist

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh Jon 666

22 April, Minggu, Draft Tur Serigala Jalanan

Draft tur Serigala Jalanan selesai disusun Kimung. Ada sekitar dua puluh kota sekujur Jawa barat yang akan disinggahi Karat dalam tur ini. Kota-kota tersebut adalah Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Jakarta, Banten, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Soreang, Cimahi, dan Bandung. Sementara itu, music tradisional yang akan dijadikan kolaborator Karat antara lain adalah Tarawangsa, Surak Ibra, Calung Tarawangsa, Bebegig, Goong Renteng, Sintren, Obrog/Berokan, Sampyong, Gembyung, Seni Ulin, Kobongan, Topeng Banjet, Gambang Kromong, Keroncong Tugu, Anglung Buncis, Angklung Gubrag, Dogdog Lojor, Mamaos, Gondang Cireundeu, dan Benjang.

25 April, Rabu, Karat di Radio Show

Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu tiba. Malam ini Karat dijadwalkan tampil di Radio Show TvOne bersama dengan Eye Feels Six, band hiphop yang dipilih Karat untuk menyertai penampilannya. Selain menggandeng Eye Feels Six, Karat juga menyediakan transportasi untuk para Ririwa yang ingin ikut serta pergi ke Jakarta.

Selepas magrib, rombongan sampai di Jakarta dan segera menata peralatan dan artistic panggung. Ada delapan lagu yang akan dibawakan Karat, termasuk kolaborasi di lagu “Rajah” bersama Eye Feels Six dan membawakan lagu “Refuse/Resist”.

Secara umum, syuting berjalan dengan lancar dan kami semua bersenang-senang malam itu : ) Sambutan dari penonton Radio Show seluruh Indonesia juga sangat hagat, terbukti dengan masuknya episode Karat di Radio Show ini ke dalam trending topic twitter, urutan ke tiga, kalah oleh sepak bola piala Champion, yang kebetulan malam itu bentrok dengan penampilan Karat.

Nara sumber yang menyertai penampilan Karat malam ini adalah Djaduk Feriyanto. Sangat membanggakan bisa duduk bersama Djaduk dan juga berkolaborasi dengannya. Djaduk mengungkapkan kebanggaannya bagaimana music tradisional ternyata bisa dikolaborasi dan dimainkan dalam pola-pola permainan musik modern, terutama metal. Di sesi terakhir, Djaduk bahkan berkolaborasi dengan Karat memainkan toleat Mang Jimbot.

Usai penampilan di Radioshow, rombongan segera berangkat pulang ke Bandung. Sebagian menginap di Common Room, sebagian terjaga untuk meneruskan kerja di pagi harinya.

 

27 April, Jumat

Dua hari setelah penampilan di Radio Show, Karat melakukan syuting Liputan 6 SCTV di Lapangan Tegalega. Kali ini sejak subuh seluruh personil Karat sudah nongkrong minum kopi dan jahe di lapangan Tegalega. Jam setengah enam mereka sudah mulai bermain.

Sejauh ini, ini adalah panggung terpagi Karat mengalahkan rekor penampilan di Apa Kabar Indonesia Padi TvOne hahaha…

 

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Eddie Vedder, Pearl Jam, Joy Division, Iwan Fals, Ratos De Porao, Sepultura, Christina Perri, Alanis Morisette

Books : Al Qur’an al Karim

Movies : Bram Stoker’s Dracula

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh Jon 666

Lagu baru Karat, “Sagara Weni”,

Di sagara weni

Nyanggereng ereng-erengan

Dur surya ngagedur

Sagara weni sagara Karat

Nangtung ngalayung

Sagara lega mepeta

Apruk-aprukan

Ngalengkah mapay sagara weni

Di sagara weni

Jauh asup di hiji bukit

Di kubur batu kuna

Dia ilang salilana

Ini lagu tentang perfeksi dan refleksi. Saya kira gaya menulis seperti ini mengingatkan saya ke masa-masa tahun 1997 di Sastra ketika saya banyak menulis puisi dasn prosa dalam satu batang rokok. Dan memang demikian, saya menulis lirik lagu ini dalam waktu satu batang rokok putih, ditulis tanggal 11 Oktober 2011. Bersama lirik “Sagara Weni”, saya tulis juga lirik lagu “Madya Gantang yang kemudian dipakai oleh Dumb Brother. Ini adalah lagu “Madya Gantang”,

Mencapaimu

Meniti lirih

Semilir sendu

Rajah dan doa

Ranggas asa

Menggenggammu

Menorah hati

Bersujud syahdu

Ruang dan waktu

Satu

Menunggu

Sampai waktu berlalu

Kamu dan aku

Satu

Melayari

Ruang dan waktu

Seluruhnya luruh

18 April, Rabu, Refuse/Resist Part 3

Karat berlatih lagu “Refuse/Resist” dari Sepultura. Ini sesi latihan yang ke tiga untuk “Refuse/Resist” dan sejauh ini, semakin menampakkan kemajuan yang baik. Karat semakin memegang lagu ini dan semakin siap untuk ditampilkan di Radio Show minggu depan.

20 April, Jumat, Merencanakan Promo Gerilya Lagu “Sahabat” & Refuse/Resist Part 4

Kimung ditemani Zia menemui Ariel di kantornya di Jalan Belimbing 1. Ariel bercerita bahwa “Sahabat” sudah fiks walau pun ia masih kurang puas. Ada setitik yang masih mengganjalnya padahal proses harus segera diselesaikan. Ariel memang dikenal sebagai musisi yang perfeksionis dan sangat memperhatikan detil dalam lagu-lagu yang ia garap. Ariel juga menegaskan, mungkin ia bisa hanya menuruti keinginan perusahaan rekaman dalam menentukan standar lagunya. Kini, ia menegaskan bahwa ia ingin memegang kendali kualitas lagu-lagu yang digarap oleh Peterpan—atau sahabat-sahabat di bandnya. Namun demikian, kualitas “Sahabat” sebenarnya sudah sangat keren saat ini.

Ia juga bercerita bahwa Peterpan sudah merilis lagu “Di Atas Normal” sebagai singel pertama mereka dan mendapat sambutan yang sangat hangat dari khalayak musik Indonesia. Untuk singel ke dua, ia ingin merilis “Sahabat” dan untuk itu ia ingin membuat sebuah klip. Berbeda dengan “Di Atas Normal”, “Sahabat” menampilkan karinding dan waditra-waditra yang mengiringinya, yang notabene belum dikenal—dan pada secara total dalam pemikiran Ariel, harus dikenal oleh masyarakat luas. Untuk itulah ia ingin membuat sebuah klip yang secara spesifik menampilkan karinding dan waditra lainnya tersebut. Ini juga untuk menepis penafsiran khlayak bahwa yang berkolaborasi bersama Peterpan di “Sahabat” adalah sampling. Suara karinding memang pada akhirnya sangat mirip dengan suara sampling. Melalui klip ini Ariel ingin memberitahu Indonesia—dan juga dunia—bahwa karinding di lagu ini dimainkan secara manual dalam proses kolaborasi bersama Karinding Attack. Lebih jauh lagi, ini sangat berkaitan dengan idealisme nasionalisme Ariel yang sedang berkobar saat ini.

Tak ada dana sama sekali untuk pembuatan klip ini karena perusahaan rekaman hanya mengucurkan dana untuk single resmi dari Musica di lagu “Cobalah Mengerti”. Untuk itu, Ariel memaparkan kemungkinan untuk membuat dan merilis klip “Sahabat” secara gerilya. Ia meminta wawasan kepada Feby untuk menggarap projek ini. Ia juga meminta Kimung dan Karinding Attack untuk membantu segala hal yang bisa dilakukan bersama-sama. Tentu saja Karat akan membantu apa pun itu demi sebuah karya bersama yang brilyan. Kimung sendiri saat itu sudah membawa dokumentasi video Karat yang dibuat oleh Kapten Jek ketika menggarap lagu “Sahabat” di Studio Masterplan. Saying beberapa sesi dokumentasi digarap tanpa tata pencahayaan yang memadai sehingga butuh suntingan. Namun demikian, dokumentasi ini tentu saja merupakan dokumen yang sangat berharga bagi Peterpan dan juga Karat. Video ini segera dikopi di data Peterpan oleh Feby.

Feby sendiri memiliki dua opsi penggarap klip. Yang pertama oleh Megadeth dan yang ke dua oleh kawan yang sebelumnya menggarap dokumentasi  panggung tribute to Peterpan dan memfilmkan sesi Peterpan bersama Blenn Fredly dan Fadly. Feby mengungkapkan ia akan segera mengabari Kimung dan Karat untuk teknis syuting klip. Rencananya syuting dilakukan awal Mei, kalau tidak di Common Room, di Studio Masterplan.

Hajar Sahabatku!

Malamnya Karat kembali berlatih lagu “Refuse/Resist” di Common Room. Sesi ini Karat bermain semakin mantap. Gema terasa semakin ahung ketika lagu ini usai dimainkan secara serentak oleh Karat. Hellyeah!

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Eddie Vedder, Pink Floyd, Kiss, Sacred Reich, Peterpan, Sepultura, Duran Duran, Spandau Ballet

Books : Al Qur’an al Karim, No One Here Gets Out Alive

Movies : The Bourne Identity

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh Jon 666

Lagu baru Karat, “Binbeung”,

Bingung duh bingung

Hese sasalaman

Dan kuring teu nyaho

Nu mana leungeun

Dilema duh dilema

Ngajak jalan-jalan

Da kuring teu nyaho

Nu mana suku

Binbeung duh binbeung

Binatang beungeut

Saawak-awak

Kabehanana beungeut

Terekel

Curaling

Cuap cuap

Tebar pesona

Bakekok!

Porenges

Si jaim

Citra persona

Binbeung duh binbeung

Binatang beungeut

Saawak-awak

Kabehanana beungeut

Lagu ini saya tulis tanggal 6 November 2011, menceritakan mereka yang selalu tebar pesona ke mana-mana, ke pejabat, ke perempuan, ke polisi, ke ustadz, ke tokoh-tokoh, ke semua orang. Saya melihat mereka menjilati pantat mereka yang berbentuk wajah mereka di jalanan tanpa malu-malu, bahkan dengan sesuatu kebanggaan penuh. Duh binatang beungeut, sabadan-badan wajah semua. Istilah “binatang beungeut” sendiri pertama kali saya dengar di Jatinangor dari Asep Sulaeman alias Flesh, pencabik bass Water Broke, favorit saya. Entah dari siapa Flesh mendengar istilah “binbeung” ini yang jelas ini adalah binatang teraneh yang muncul dalam imajinasi saya dan selalu sukses membuat saya tersenyum. Banyak sekali binatang beunguet di film-film kartun anak-anak yang kemudian saya lihat. Saya kira ini terinspirasi dari hal yang sama saya alami.

9 April, Senin, Man, Amenk, Man, Wisnu, dan Ariel Peterpan

Siang ini Man, Ki Amenk, dan Wisnu menemui Ariel di tempat kerjanya di Jalan Belimbing. Ariel bercerita mengenai rencana peluncuran album Peterpan, Suara Lainnya. Hingga saat ini, miksing untuk lagu “Sahabat” masih dilakukan karena Ariel sendiri masih belum puas dengan tata suara setiap instrument yang dimainkan dalam lagu. Ia menilai, suara karinding dan celempung sedikit tertutup oleh instrument lain, terutama katika bagian lonceng ada. Ia ingin sedikit lagi mengedepankan suara-suara bambu yang ada di lagu ini. Albumnya sendiri rencananya akan diluncurkan di Jakarta Theater dalam sebuah konser tertutup. Ariel bercerita juga bahwa konser ini akan digarap sangat serius mengikuti idealisme Peterpan. Untuk itu, tak ada stasiun televisi yang akan meliput acara ini walau tetap akan dihadiri para jurnalis, selain juga sahabat Peterpan. Undangan terbatas hanya 500 kursi saja.

Karat sendiri sangat senang dengan kabar ini. Kita akan mendukung sejauh apa yang dibutuhkan oleh Peterpan.

10 April, Selasa, Kimung with Burgerkill di Radio Show tvOne

Radio Show kali ini menampilkan Burgerkill sebagai artis tunggal serta Kimung yang didaulat bercerita mengenai komunitas metal Ujungberung Rebels. Awalnya Burgerkill akan tampil dengan karat, cuma karena ada acara siaran langsung sepak bola, maka khusus untuk Karat dijadwalkan ulang dua minggu lagi. Kimung sendiri diberi tahu secara mendadak untuk tampil sebagai nara sumber di sesi ini. Ia yang saatitu sedang flu berat, berangkat bersama Gio, Ipank, dan Yopi menuju Jakarta.

Benar-benar sebuah penampian yang luar biasa dari Burgerkill. Band ini memang menjadi penampil yang paling ditunggu oleh audiens Radio Show selama ini. Tak heran, beberapa menti setelah Burgerkill menggeber lagu pertama, sesi Burgerkill ini segera menjadi trending topic twitter pertama di Indonesia dank e tiga di dunia. Kimung sendiri banyak bercerita mengenai komunitas metal Ujungberung, Burgerkill, berbagai hal yang kini sedang dilakukan dalam mengembangkan ranah musik metal di Bandung, Bandung Berisik, serta fenomena eksplorasi dan kolaborasi musik tradisional, khususnya karinding yang sedang dikembangkan oleh anak-anak metal Ujungberung Rebels, terutrama Karat.

Di sepertiga terakhir sesi, Kimung berjam session bersama Burgerkill memainkans ebuah lagu sembarang. Kimung memainkan karinding pola lagu “Gerbang Kerajaan Serigala” yang diaransemen dan ditingkah oleh progresivitas musik Burgerkill. Awesome!

Saya tak pernah keluar dari Burgerkill. Sampai kapan pun saya adalah Burgerkill. Kami adalah satu keluarga besar yang tak terpisahkan

Kimung tentang Burgerkill

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Eddie Vedder, Koil, Doel Sumbang, Orkes PSP, Gombloh, Bob Marley, Peter Tosh, Janis Joplin

Books : Al Qur’an al Karim

Movies : The Pianist, The Actor

 

 

 

 

 

 

 

Oleh Kimun666

Catatan ini saya tulis untuk mengenang 6 tahun wafat Ivan Scumbag (19 April 1978 – 27 Juli 2006). sahabat saya, vokalis Burgerkill. Saya ingin mulai dari mencuplik fragmen dua hari terakhir hidup Ivan dari buku Myself : Scumbag Beyond Life and Death. Nama rumah sakit dan ruangan di mana ia dirawat sengaja saya hilangkan dalam artikel ini agar pebahasan tidak menjadi bias. Simaklah,

“…Sehari sebelumnya, 26 Juli 2006.

Pukul setengah satu dini hari. Sakit di kepala Ivan semakin menghebat dan sepertinya sudah tak tertanggungkan lagi. Tubunya yang ringkih sudah tidak kuat lagi menahan derita begitu hebat di kepalanya. Syaraf-syarafnya sama sekali sudah lelah. Ivan kejang-kejang.  Kejang-kejang yang paling parah selama Ivan sakit. Ini membuat Mery yang malam itu menjaganya menjadi panik. Ia mencoba menghubungi Jimbo tapi selalu tidak nyambung. Mery juga menghubungi Andris, mengiriminya pesan pendek mengenai kondisi Ivan tersebut. Tak lama kemudian, Jimbo menelpon, mencari tahu kondisi Ivan. Mery memintanya segera datang ke Antapani karena kondisi Ivan yang memprihatinkan. Jimbo berangkat saat itu juga dari Rancaekek menuju Antapani.

Ivan sudah tidak bisa apa-apa. Mery mencoba membuatnya duduk agar Ivan dapat menghirup udara segar. Namun, untuk duduk pun ia sudah tidak kuat, padahal sepertinya Ivan saat itu sudah tidak kuat menahan buang air kecil. Akhirnya, untuk ke dua kalinya Mery mencoba mengangkat, mendudukkan Ivan. Namun Mery semakin panik melihat kejang-kejang Ivan jadi semakin parah. Ia kejang hebat. Lehernya sangat tegang dan tertarik ke belakang kepalanya. Kaki dan tangannya juga sangat kejang. Tangannya malah terkepal sangat erat. Sementara itu, matanya nyalang terbuka, melotot menatap kosong ke arah sana. Matanya begitu gelap dan pekat. Tiba-tiba tubuh Ivan dipangkuan Mery jadi semakin memberat. Sepertinya, tubuhnya pun mulai mengejang saat itu. Akhirnya, Mery kembali membaringkan Ivan.

Untunglah Jimbo segera datang bersama Dody sepupunya. Sementara itu, orang-orang di rumah Mery juga semua bangun dari tidurnya mendengar kegaduhan-kegaduhan di kamar Mery. Melihat kondisi Ivan yang sangat memprihatinkan, mereka semua siap siaga. Semuanya memegang tangan, kaki dan tubuh Ivan, membantunya mengendurkan otot-ototnya yang semakin kejang. Saat itu, sepertinya ia sudah tidak kuat menahan air seninya. Tubuhnya semakin mengejang, melenting ke belakang. Tiba-tiba Ivan buang air kecil. Air seni membasahi celananya seketika itu juga.

Saat itu semua sepakat, kondisi Ivan sangat kritis dan ia harus segera dibawa ke rumah sakit. Rencananya Ivan akan dibawa ke sebuah rumah sakit di Bandung. Setelah Ivan dijaga agar tetap nyaman, semuanya segera sibuk dengan telepon genggam masing-masing. Mery bahkan sempat ke luar rumah untuk mencari taksi, atau angkot yang bisa dicarter, atau kendaraan apapun yang bisa mengantar Ivan sesegera mungkin. Wida, adik Mery juga terlihat sibuk menghubungi kawan-kawannya, meminta tolong meminjam kendaraan. Sementara itu, Jimbo mengganti celana Ivan dan menyiapkannya untuk dibawa ke rumah sakit. Jimbo juga menghubungi keluarganya, salah satu paman Ivan untuk meminjam kendaraan. Sayangnya, sang paman tidak bisa membantu. Namun, ia segera datang karena rumahnya lumayan dekat dengan rumah Mery. Untunglah, tak  lama kemudian datanglah kendaraan. Sebuah pick-up. Namun, dalam kondisi gawat darurat, mobil itu adalah mobil terbaik di dunia. Yang berbaik hati meminjamkan kendaraannya, bahkan mengantar Ivan ke rumah sakit malam itu adalah Dadan, kawan Arie. Jimbo, Dody, dan Paman Ivan ikut serta. Dengan suka rela Paman Ivan duduk di bagian belakang bak terbuka pick-up malam itu. Mery, Ary, dan Lucky, kakak Mery, serta salah satu kawannya menyusul memakai motor.

Sampai Unit Gawat Darurat Ivan segera ditangani. Ia sempat menolak ketika akan dipasangi infus. Jarum yang sudah menancap di aliran darahnya seketika itu juga direnggut Ivan, hingga darah dari nadinya tumpah ruah menodai ranjang tempat ia dibaringkan. Sebelumnya, sempat ada salah paham antara dokter jaga malam dengan Jimbo serta keluarga Ivan yang ikut mengantar.

Dengan lagak ‘tuan tahu segala hal’, sang dokter jaga petantang-petenteng di depan Ivan. Ia menampar-nampar wajah Ivan sambil berteriak,

“Bangun, bangun!”

Melihat Ivan tak juga bangun, sang dokter jaga mulai bertanya macam-macam. Pertanyaan paling parah adalah, “makan obat apa sebelumnya?” Singkatnya, sang dokter jaga menyangka Ivan sebagai korban overdosis narkoba. Serentak, semua yang ada di sana menyangkal pernyataan sembrono sang dokter jaga tersebut. Mereka menegaskan jika Ivan benar-benar sakit dan bukan korban overdosis narkoba.

Setelah manggut-manggut, sang dokter jaga kemudian bertanya ke Mery mengenai riwayat kesehatan Ivan sebelum kejang-kejang.

“Dok, emang dulu Ivan itu user dan bahkan bukan sekedar user. Ia adalah scumbag, tempat sampah di mana semua jenis drugs sudah pernah dia coba. Tapi itu dulu banget, Dok. Lima tahun terakhir hidupnya sudah bisa saya bilang jika ia sudah berubah. Sekarang, dia sudah bisa dibilang sangat, sangat membaik. Menurut dokter yang menanganinya selama ini, Ivan itu sakit tuberkolusis atau bronchitis dan selama dua tahun terakhir ini dia minum obat paru. Namun lantaran tidak ada biaya, terapi jalan tersebut tidak pernah tuntas.”

Sang Dokter jaga manggut-manggut lagi setelah mendengar cerita Mery. Akhirnya, ia memutuskan agar Ivan dirawat inap sebelum diperiksa oleh dokter ahli yang akan menanganinya nanti. Awalnya, Ivan akan dirawat di ruang isolasi. Tapi karena penuh, maka Ivan kemudian dirujuk ke sebuah rumah sakit besar di Kota Bandung. Namun, untunglah, tiba-tiba ada tempat kosong di salah satu ruang di rumah sakit tersebut. Di ruang ini, satu kamar dapat diisi oleh enam pasien dengan penyakit yang berbeda-beda. Namun, sekali lagi kamar ini menjadi sangat lumayan ketimbang harus memindah-mindah lagi Ivan ke rumah sakit-rumah sakit lain yang juga belum jelas tersedia kamar atau tidak. Sambil mengurusi registrasi dan administrasi, pandangan Mery tak pernah sekali pun lepas dari Ivan. Saat itu, Ivan menggumam-gumam tidak jelas. Tangannya tidak bisa diam mencoba merengut jarum infus yang menancap di syaraf-syaraf tangannya. Sepertinya, Ivan sangat kesakitan dengan jarum infus itu. Darah tetap menyembur dari nadinya. Meninggalkan noda-noda darah di ranjangnya. Karena tangan Ivan tidak bisa diam, selalu mencoba untuk merenggut jarum infus, para perawat mengambil inisiatif untuk mengikat kedua tangan Ivan di besi-besi ranjang rumah sakit di mana Ivan berbaring. Semua yang hadir menemani Ivan saat itu membimbing Ivan untuk mengucapkan Istighfar.

“Van Istigfar, Van…”

“Van astaghfirullah, Van…”

Sampai saat itu Ivan masih bisa menggumamkan kalimatullah astaghfirullahhaladzin beberapa kali walau terbata-bata.

Di sela-sela proses perawatannya Ivan terlihat sangat resah. Tubuhnya bergerak-gerak terus mencari kenyamanan yang tak kunjung ia dapatkan. Sementara itu, Ivan juga tak bisa berbuat banyak mengingat posisi kedua tangannya yang masih terikat di besi-besi di pinggir ranjang. Beberapa suster datang tak lama kemudian mengecek kondisi Ivan. Mereka mengukur tekanan darah dan juga mengambil contoh darah untuk diperiksa di laboratorium. Mereka lalu meminta izin kepada Mery untuk memasangkan baju pasien dan kateter di Ivan. Kateter adalah semacam selang yang dimasukan ke lubang penis dan bermuara di sebuah kantong yang mirip labu infus. Fungsinya untuk menampung air seni Ivan, agar jika kebelet, ia tidak usah bergerak dari ranjangnya.

Setelah para suster beres dengan pemeriksaan dan pemasangan kateter, Ivan terlihat sedikit nyaman walau gelisah sepertinya masih betah menggelayutinya. Mery dan Jimbo dengan telaten menemani Ivan saat itu. Ivan masih sangat yang gelisah. Ia berbaring resah, tak bisa diam. Beberapa kali baju pasien yang dikenakannya tanpa daleman itu tersingkap memamerkan bokong dan penisnya. Mery yang siap siaga, beberapa kali menyelimutinya dan menutup gorden ruang tempat Ivan dibaringkan. Sepanjang sisa malam itu dilewati Ivan dengan perasaan tak menentu. Tidurnya sangat gelisah dan berkali-kali tubuhnya kejang-kejang. Ivan berbaring dengan sangat tidak nyaman.

Akhirnya, pagi tiba. Para perawat datang membersihkan tubuh Ivan dengan wash-lap sambil beberapa kali menghibur Ivan. Setelah bersih-bersih badan, Ivan sarapan. Ivan makan dengan lahap pagi itu. Sepertinya, ia sangatlah lapar. Mery menyuapinya. Sayang, nafsu makannya tidak ditunjang oleh kondisi tubuhya. Mulutnya saat itu sudah kaku, tidak bisa dibuka dengan lebar hingga menyusahkan suapan-suapan makanannya. Minum pun, akhirnya Ivan harus mempergunakan sedotan. Beberapa kali, karena terlalu bernafsu, Ivan tersedak.

Saat itu, Ibu serta keluarga-keluarga lainnya sudah datang berkumpul di rumah sakit. Ibu Hera sempat menggantikan Mery menyuapi Ivan. Namun, tak lama Mery kembali meneruskan menyuapi Ivan dengan semangat. Saking semangatnya, Ibu Hera sempat memperingati Mery, “Neng Mery jangan banyak-banyak, pelan-pelan nyuapinnya!”. Tapi saat itu yang ada dalam benaknya adalah bahwa Ivan harus sebanyak mungkin diberi banyak asupan minuman dan makanan biar nutrisi dalam tubuhnya terpenuhi, cairan membantu metabolismenya, dan staminanya akan semakin baik. Namun, kondisi Ivan ternyata tidak bertambah baik sepanjang hari itu. Kejang-kejangnya tambah sering. Sepertinya, Ivan tidak kuat menahan sakit yang mendera syaraf-syaraf kepalanya sehingga tubuhnya mengejang menahannya. Tubuhnya kering kerontang saja karena berhari-hari tak ada makanan sama sekali yang masuk menyuplai nutrisi tubuhnya.

Saat itulah, Andris datang. Ia sangat terkejut melihat kondisi Ivan. Segera saja, Andris mengabari kondisi Ivan yang terakhir kepada seluruh personil Burgerkill dan kawan-kawan. Andris tak lama. Ia segera berangkat untuk mengurusi perawatan Ivan dengan janji siangnya ia akan segera kembali. Siang harinya, Kimung, datang. Ia sama sekali tidak menyangka jika kondisi Ivan sangat kritis. Tak seorang pun memberitahu Kimung mengenai sakit Ivan yang parah. Memang sebelumnya, Jimbo pernah menelepon memberitahu jika Ivan sedang sakit dan ingin ketemu dengan Kimung. Namun, dalam pemberitahuan itu Jimbo sama sekali tidak mengisyaratkan jika Ivan sudah sakit sangat parah, hingga Kimung menyangka sakit Ivan sakit biasa-biasa saja. Ia benar-benar terhenyak ketika melihat kondisi Ivan.

Di ruang di mana Ivan dirawat Kimung disambut dengan mata berkaca-kaca Jimbo dan Mery. Mereka bersalaman tanpa banyak berkata-kata. Dan di sanalah Ivan berbaring.

Tubuhnya begitu kurus dan ringkih. Hanya dibungkus kain rumah sakit, sebuah terusan berwarna putih-putih. Rambutnya panjang tergelung di belakang kepala. Wajahnya tanpa ekspresi. Begitu pucat di antara keringat-keringat dingin yang sedikit-sedikit keluar dari pori-porinya. Matanya cekung, sedikit terbuka. Korneanya berada di langit-langit mata. Sedikit erangan-erangan terdengar dari mulutnya yang juga pucat dan sedikit terbuka. Jimbo dan Mery yang setia menungguinya sebentar-sebentar mengipasi Ivan yang tampak kepanansan. Ada juga Neng, sepupu Ivan, dan suaminya ikut menunggui.

“Van…”, sapa Kimung setengah berbisik.

Tak ada jawaban.

Van, ieu urang, Kimung…[1]

Tetap tak ada jawaban.

Kimung  mengalihkan pandangan bergantian ke Jimbo dan Mery. Memohon penjelasan dari siapa pun mengenai kondisi Ivan terkini.

Si Ivan kejang-kejang, ti tadi peuting. Jam dua peuting di bawa ka dieu…[2] Jimbo menjelaskan, mahfum dengan ekspresi wajah Kimung.

Kimung kembali mengalihkan pandangan, menatap Ivan, lalu menggenggam tangannya. Agak kesulitan ia mencari tangan Ivan. Ternyata kedua pergelangan tangan Ivan terikat ke rangka bangsal yang ia tiduri.

Sementara itu Mery mengipasi Ivan, membelai-belai kening dan rambutnya, menyeka keringat yang mengucur sedikit-sedikit, sambil tak henti-hentinya mengajak Ivan bicara. Menyemangatinya agar sabar dan tabah. Sesekali ia menengadah mengalihkan pandangan pada Kimung dan tersenyum.

Kunaon ditalian leungeunna?[3] tanya Kimung pada Jimbo.

Kamari si Ivan ngamuk. Embungeun di infus, pas infusan geus dipasang, langsung dicabut deui nepi ka leungeunna garetihan.[4] sahut Jimbo lirih. Matanya menunjuk ke bercak-bercak darah yang ada di sekitar ranjang yang Ivan tiduri.

Kimung lalu menggenggam tangan kurus itu.  Tangan yang sejak dulu ia kenal betul bentuknya, tato-tato yang ada di atasnya. Tangan itu begitu kejang. Kimung menggenngamnya erat.

Van, ku naon manéh? Sing sabarnya, Van…[5]

Lalu Kimung terdiam tak tahu apa lagi yang harus dikatakan. Ia tertunduk. Seketika Kimung rasakan jutaan gelombang menghantam dadanya. Menggulung-gulung bergemuruh riuh dalam dirinya. Menghajar-hajar mencoba menjebolkan dinding pertahanan dirinya. Seketika itu juga ia lemas. Namun, ia bertahan. Genggaman tangan itu semakin Kimung eratkan.

“Van…”

Kembali Kimung menyebut nama Ivan.

Saat itu, kawan-kawan Ivan dari ranah musik bawahtanah Ujungberung Rebels datang menjenguk. Mereka adalah Amenk, Man, dan beberapa kawan lainnya. Bergantian mereka berdoa dan membesarkan hati Ivan agar tetap tabah dan semagat menjalani cobaan ini.

***

Kebisuan itu agak mereda ketika dokter yang menangani Ivan tiba dan langsung masuk ruangan di mana Ivan dirawat. Dokter itu masih muda dan matanya memancarkan tingkat optimisme yang tinggi. Sorot mata penuh kehidupan yang dapat menularkan harapan akan hidup kepada siapa pun yang menatapnya. Begitu pula kepada semua yang hadir di sana saat itu, Mery, Jimbo, dan Kimung. Sang dokter memeriksa Ivan dengan seksama. Ia melihat catatan kesehatan Ivan, kemudian memeriksa tubuh Ivan. Detak jantungnya, nadi, hingga memeriksa mata dan mulutnya. Sambil memeriksa sang dokter mengajak berbincang-bincang Mery, Jimbo, dan Kimung yang ada di sekeliling Ivan menunggui pemeriksaan itu.

“Kenapa katanya Ivan ini?” Tanya sang dokter ramah.

“Euu kejang-kejang dokter… “ Jimbo lalu sedikit menceritakan riwayat kesehatan Ivan sejak ia salah didiagnosis paru-paru sampai kejang-kejang parah dan dibawa ke rumah sakit tersebut.

Sang dokter mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti keterangan Jimbo sambil tetap konsentrasi memeriksa kondisi Ivan. Tiba-tiba dokter menghentikan pemeriksaannya dan berkata,

“Sepertinya penyakit Ivan ada di dalam kepala. Ini terlihat dari kejang-kejang yang dialamainya. Coba ya kita tes…” sahut sang dokter. Ia lalu memegang kepala Ivan dan membalikkannya ke sebelah kiri. Ternyata, kepala Ivan sama sekali tidak bisa menoleh ke arah kiri. Ketika kepala itu dibalikkan ke kiri seluruh tubuh Ivan ikut membalik ke arah kiri. Ketika kepala Ivan dibalikkan ke kanan, seluruh tubuhnya ikut membalik ke arah kanan. Dari fenomena ini saja, dokter menyimpulkan jika Ivan terkena radang yang sangat parah di dalam otaknya. Hanya saja dokter tidak berani menyebutkan penyakit apa yang diderita Ivan.

“Perlu pemeriksaan lebih dalam dan CT Scan untuk menentukan dengan pasti penyakit yang diderita sudara Ivan…” katanya lirih.

“Terus bagaimana caranya CT Scan itu Dok?” tanya Jimbo.

“CT Scan itu scanning organ dalam kepala Ivan, dalam hal ini otaknya. Sepertinya di dalam syaraf otak Ivan ada sebuah benjolan yang mengganggu kinerja otak. Bila benar apa yang saya perkirakan, maka saudara Ivan harus segera dioperasi. Operasinya pun bukan sebuah operasi yang mudah. Kita harus mempertahankan posisi benjolan itu jangan sampai pecah atau berpindah tempat. Jika benjolan itu sampai pecah atau berpindah tempat, maka ini akan menghambat jalan napas saudara Ivan, yang artinya ia akan meninggal…” jawab dokter panjang lebar.

“Terus apakah ada harapan Ivan untuk pulih seperti sedia kala?”

“Harapan tentu saja selalu ada…” dokter menjawab seraya tersenyum. “Namun, dalam kasus saudara Ivan, saya yakin ini akan sangat berat. Sekarang ini, kinerja otaknya sudah sangat minimal. Saudara Ivan sudah tidak bisa lagi memungsikan otaknya untuk mengontrol tubuhnya. Jika pun saudara Ivan sembuh,  kinerja syaraf otaknya tidak akan kembali seperti sedia kala. Akan ada skala penurunan kinerja otak dan bahkan mungkin cacat otak. Namun, semuanya tetap akan kembali kepada saudara Ivan sendiri, apakah niat untuk pulihnya besar atau tidak. Ada terapi khusus yang bisa mengembalikan fungsi otak dan syaraf…”

Jimbo, Mery, dan Kimung manggut-manggut mendengar penuturan sang dokter. Dokter kemudian menegaskan CT Scan dapat dilakukan jika ada persetujuan dari pihak keluaga. Untuk informasi lebih jauh mengenai CT Scan terutama dalam hal administrasi, dokter mempersilahkan Jimbo untuk bertanya ke bagian pelayanan. Dokter sendiri saat itu sudah selesai memeriksa Ivan. Ia lalu memberikan resep yang harus dikonsumsi Ivan, sebelum tindak lebih lanjut diputuskan oleh pihak keluarga. Setelah pamit kepada semua yang ada, sang dokter kemudian meninggalkan ruangan Ivan dan meneruskan memeriksa pasien-pasiennya yang lain. Jimbo mengikutinya dari belakang menuju pelayanan untuk meminta segala informasi mengenai CT Scan.

Ternyata biaya CT Scan tidaklan murah. Sembilan ratus ribu untuk sekali CT Scan dan itu belum termasuk obat-obatan dan biaya perawatan, apalagi operasi. Semua sempat termangu-mangu bingung mencari biaya untuk itu semua. Namun, semua berpikir jelas. Ivan harus segera ditangani. Biaya bisa dicari belakangan. Maka Jimbo dan Mery memutuskan untuk menyetujui CT Scan sambil mereka tetap mencari biaya untuk itu. Kimung sempat menelpon Dhoni, kawan Ivan untuk mengabarkan kondisi Ivan yang sekarang sedang dirawat di rumah sakit sambil bertanya apakah Dhoni bisa membantu biaya perawatan Ivan. Di seberang sana, Dhoni mengatakan ia segera datang ke sana.

Sementara itu, resep yang diberikan dokter telah ditebus dan Ivan segera diberikan pengobatan. Waktu menunjukkan pukul satu ketika seorang suster datang untuk membersihkan Ivan, memberinya makan, dan obat-obatan. Ia permisi dulu kepada semua yang hadir untuk memeriksa Ivan. Sehabis pemeriksaan, suster mengganti infus di tangan Ivan. Ketika semua sudah beres, suster lalu mengeluarkan segelas cairan nutrisi mirip susu yahg ternyata adalah makanan Ivan. Ia mulai mengucurkan sedikit demi sedikit cairan putih itu ke dalam selang infus Ivan yang menuju mulut. Ivan sempat tersedak sebentar ketika cairan putih itu masuk ke dalam kerongkonganya. Cepat-cepat sang suster mengambil penyedot dan menyedot cairan yang tak tertelan dari dalam mulut Ivan. Kimung yang penasaran segera mendekati suster,

“Suster boleh saya coba menyuapi kawan saya?”

Suster menatap Kimung, lalu mengangguk sambil tersenyum. Suster mengajari sedikit bagai mana cara memasukkan cairan nutrisi itu melalui infus. Kimung lalu mencobanya. Pelan-pelan cairan nutrisi itu masuk ke dalam kerongkongan Ivan dan terus masuk ke dalam tubuh Ivan. Setiap kucuran selalu Kimung iringi dengan doa semoga dengan makanan itu Ivan segera sembuh. Akhirnya, tak terasa satu gelas cairan nutrisi itu tandas. Hanya sisa sedikit lagi. Suster lalu datang lagi, membersihkan mulut dan wajah Ivan, memeriksa kondisi Ivan sebentar lalu memberikan obat, masih melalui infus yang sama. Setelah itu suster lalu membersihkan lagi wajah Ivan dan setelah semua beres, ia berpamitan untuk memeriksa pasien yang lain.

Setelah makan, Ivan tampak tenang. Namun, beberapa saat kemudian ia menjadi resah. Ia melenguh-lenguh dan kembali kejang-kejang. Kimung, Jimbo, dan Mery yang berada di samping Ivan mencoba menenangkan Ivan. Kimung menggenggam erat tangan Ivan sambil mengusap-usap rambut Ivan. sementara itu Jimbo memijiti kaki Ivan. Mery juga tetap berada di sampng Ivan, menenangkannya agar Ivan tabah dan sabar.

“Van, sabar, Van…”

“Van, istighfar…”

“Van…”

Tak berapa lama, kejang-kejang Ivan mulai mereda. Tangan Ivan yang tadi sangat keras menggenggam tangan Kimung perlahan mengendur. Tubunya berangsur relaks. Tangannya terkulai dan kepalanya terlihat santai, tidak setegang tadi. Dari mulutnya terdengar suara dengkuran. Ivan terlelap. Pelan-pelan Kimung melepaskan genggaman tangan Ivan yang semakin mengedur. Ya, jelas Ivan kini tertidur pulas. Dengkuran terdengar semakin keras ketika tangannya lepas dari genggaman Kimung. Semua yang ada di sana bernafas lega.

Lega melihat Ivan reda dari kejangnya yang begitu menyiksa dan bisa tidur dengan pulas, Kimung yakin Ivan akan segera membaik. Karena itu, ia pamitan kepada Jimbo dan Mery untuk kembali tempat kerjanya dengan janji nanti sore akan kembali menengok Ivan. Setelah berpamitan kepada Jimbo dan Mery, Kimung berpamitan juga kepada Ivan,

Nyét, hampura urang indit heula nya. Ngké soré rék ka dieu deui. Manéh tong macem-macem. Sing geura cageur. Tong poho ngadu’a terus…[6] Kimung mengecup kening Ivan sebelum meninggalkan ruangan.

Jimbo mengiringi Kimung turun dari ruangan tempat Ivan dirawat, sekalian pergi ke apotek untuk membayar obat Ivan. Di gerbang rumah sakit, Kimung bertemu dengan Eben, Yayat, Madi, dan Opik yang juga akan menjenguk Ivan. Setelah menyapa dan beberapa saat menceritakan kondisi Ivan yang lumayan tenang dan kini sedang tertidur lelap, Kimung pamitan kepada mereka untuk kembali dulu ke tempat kerjanya dengan janji nanti sore akan kembali menemui Ivan.

Giliran Eben, Yayat, Madi, dan Opik yang mendatangi Ivan di ruangannya. Ketika mereka tiba, Ivan yang tadi tertidur lelap, tiba-tiba bangun dan kondisi lebih kritis lagi. Ia kembali kejang-kejang, bahkan dalam taraf yang semakin parah. Semua yang ada di situ sontak langsung memegangi sekujur tubuh Ivan agar kembali nyaman. Namun, kejang-kejang itu tak juga pergi. Ivan semakin menjadi hingga akhirnya alat deteksi jantung di sebelah rajang Ivan menunjukkan sebuah garis lurus dan satu nada tinggi yang mengkhawatirkan keluar dari mesin itu.

Tiiiiiiiiiiit…

Ivan meninggal!

***

Ivan dinyatakan meninggal, ketika tim dokter dan para perawat sekuat tenaga memberikan dukungan kehidupan ke dalam tubuhnya. Alat pacu jantung, alat-alat kedokteran, para dokter, para suster berseliweran mengguncang-guncang tubuh Ivan, bagaikan memanggil-manggilnya untuk kembali. Mery, Jimbo, Eben, Yayat, dan lain-lain mengawasi dari seberang ruangan dengan tegang. Mereka semua berdoa agar Ivan kembali. Agar Ivan sembuh seperti sedia kala.

Akhirnya, Ivan memang kembali lagi, namun kinerja otak Ivan dinyatakan sudah nol persen. Disfungsi otak itu mempengaruhi seluruh tubuhnya, terutama syaraf, sehingga tidak bekerja dengan baik. Karena itu, tubuh Ivan kejang-kejang terus. Selain itu, disfungsi otak berpengaruh pada kinerja organ lainnya. Hampir semua organ tubuh Ivan saat itu sudah diklaim menurunsampai titik yang paling mengkhawatirkan dan karenanya seluruh daya hidup Ivan harus ditunjang dengan mesin-mesin. Ia juga harus dipindahkan ke Unit gawat darurat (UGD) untuk memudahkan pemeriksaan dan pengawasannya. Ivan dinyatakan koma…”

Orang Miskin Tidak Boleh Sakit, Kebijakan Preventif, dan Upaya Bersama

Begitulah fragmen akhir hidup Ivan, sang rockstar, sosok yang mengangkat musik metal ke tatanan ranah pergaulan musik yang lebih tinggi melalui bandnya Burgerkill. Ivan yang saat itu bisa dikatakan homeless crew sejati, hidup menumpang di rumah Mery sang kekasih, baru saja merilis usaha untuk hidupnya, bisa dikatakan sebagai sosok warga yang belum mampu mencukupi hidupnya. Ketika ia jatuh sakit, ada beban psikologis baik dari diri Ivan mau pun dari lingkungan sekitarnya untuk membawa Ivan ke rumah sakit dan mendapat pelayanan kesehatan. Beban ini bersumber dari faktor biaya yang dikhawatirkan sangat tinggi dan tak mampu dibayar. Dan ketika akhirnya ia dibawa ke rumah sakit, ternyata ia tidak segera mendapatkan pelayanan yang layak.

Dan Ivan bukanlah satu-satunya yang mengalami nasib seperti itu. Media-media begitu sering mengabari kita kasus-kasus yang terkait dengan buruknya pelayanan yang berbau aroma diskriminasi oleh rumah sakit terhadap pasien dengan Asuransi Kesehatan Orang Miskin (Askeskin). LBH menyebutkan sepanjang tahun 2010 ada 413 keluhan yang datang berkaitan dengan pelayanan masalah kesehatan dan ini masih fenomena gunung es karena jumlah itu hanya secuil yang nampak dari ribuan kasus yang terjadi namun tak terkabarkan di Indonesia.

Praktek diskriminasi pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan kelas sosial suatu masyarakat. Determinasi kelas sosial didominasi oleh dua indikator, yaitu pekerjaan dan pendapatan. Seseorang yang menduduki pangkat tinggi dalam suatu pekerjaan secara tidak langsung akan mendapatkan pelayanan nomor satu. Sebaliknya seseorang dengan pekerjaan berpendapatan rendah atau bahkan yang tanpa pekerjaan akan mendapatkan pelayanan yang tidak layak. Hal ini bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi yang tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) pasal 2 ayat 1. Masyarakat miskin atau masyarakat kurang mampu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 903/Menkes/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2011 berhak mendapatkan Jaminan Sosial masyarakat (Jamkesmas) yang merupakan bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan masyarakat kurang mampu yang iurannya dibayarkan pemerintah. Dengan dilaksanakannya Jamkesmas, diharapkan tingkat kesehatan masyarakat akan meningkat.

Pada pelaksanaannya, sikap petugas pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit tidak seperti itu. Perlakuan kasar hingga “korupsi” prosedur pemeriksaan kesehatan sering kali terjadi, terlebih pada proses pemberian obat dan perawatan tingkat lanjut. Pasien kurang mampu yang seharusnya ditangani cepat justru mendapat pelayanan yang lambat atau proses administrasi berbelit-belit. Belum lagi penanganan yang berkesan seadanya, sikap petugas yang tidak mengayomi pasian, pemberian obat generik yang termasuk obat kelas dua dan terbawah bagi pasien-pasien yang seharusnya mendapatkan obat yang sesuai dengan stadium sakit yang diderita. Hal ini jelas berdampak langsung pada kondisi kesehatan pasien di kemudian hari.

Keengganan melayani orang miskin yang sakit dan rentannya dokter salah mendiagnosis penyakit juga kerap mewarnai buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia terhadap orang miskin. Yang membuat miris, hal ini terjadi justru ketika pemerintah menganggarkan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin. Yang lebih miris lagi, ternyata arah pendulum politik ternyata sangat berpengaruh terhadap kebijakan pelayanan kesehatan bagi orang miskin ini. Para politikus cenderung lebih menganggarkan dana besar ke daerah berkantong pemilih besar dari pada ke kawasan yang memang membutuhkannya, sehingga pembangunan infrastruktur kesehatan serta komitmen pelayanan kesahatan bagi masyarakat awam cenderung terbengkalai.

Pemerintah sebenarnya sudah memiliki program Jaminan Kesehatan Masyarakat (kelanjutan dari program Jaring Pengaman Sosial di sektor kesehatan sejak tahun 1998). Namun karena pemerintah ingin mengejar target Millenium Development Goals (MDGs) maka implementasi program ini banyak mengalami masalah. Jaminan Persalinan (Jampersal) misalnya diberikan dengan tidak membedakan antara masyarakat kaya dan miskin sehingga diskriminasi pelayanan kesehatan terhadap orang miskin masih terus terjadi. Kecenderungan sistem pembayaran yang tidak profesional dan akuntabel juga memungkinkan terjadinya mismanajemen dan kebocoran anggaran sehingga banyak dana yang seharusnya dipergunakan rakyat miskin, menjadi menguap. Ini mengakibatkan terjadinya pengetatan sistem pembayaran klaim dan lambannya proses pencairan dana dari pusat ke unit pelayanan sehingga menimbulkan keengganan para pelaku kesehatan di lapangan melayani pasien miskin.

Ini juga diperparah dengan tidak akuratnya pendataan masyarakat yang dianggap berada di garis kemiskinan sehingga program Askeskin menjadi salah sasaran dan tersia-sia. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah regulasi pemerintah terutama menyangkut Undang-undang Praktek Kedokteran, Undang-undang Keperawatan, distribusi tenaga kesehatan, pendidikan tenaga kesehatan dan sebagainya, apakah sudah benar dan sinergis dengan kebijakan-kebijakan lain di bidang kesehatan atau justru menjadi sumber masalah dalam implementasi kebijakan kesehatan pro orang miskin.

Kompas dalam lamannya merilis beberapa poin penting yang patut diperhatikan dalam pelayanan kesehatan pro miskin, simaklah,

– Jasa medik tidak dipengaruhi oleh kelas pasien, tapi dibayarkan berdasarkan jumlah pasien yang ditangani tanpa memandang apakah pasien kelas VIP maupun biasa sama saja.

– Tidak ada obat yang tidak tersedia di RSU, termasuk obat-obat yang direkomendasikan oleh dokter-dokter spesialis. Ini alasan dokter sering memberikan resep luar, artinya pasien dibebani dengan pembelian obat yang tidak tersedia atau kehabisan stok obat di apotek RSU.

– Resep tidak diberikan kepada keluarga pasien untuk menebusnya atau mengambilnya, akan tetapi rumah sakit telah memiliki unit tersendiri yang menangani masalah resep dan apabila terjadi ketiadaan obat di apotek rumah sakit maka tanggungan dari manajemen rumah sakit untuk menggantikannya dengan jalan apapun misalkan saja pihak manajemen mengusahakan untuk mendapatkan obat tersebut di apotek luar rumah sakit. Hal ini juga untuk mengantisipasi adanya kemungkinan resep aneh diberikan pada pasien miskin karena ketika visite dokter biasanya tidak sampai detail mengetahui apakah ini pasien miskin atau pasien mampu.

– Remunerasi bagi tenaga kesehatan agar para pelaku kesehatan tidak berorientasi menambah penghasilan diluar dari apa yang sudah mereka dapatkan. Hal ini sepertinya tidak pernah di perhatikan oleh pemerintah pusat sejak reformasi, sementara di dunia pendidikan, di lembaga keuangan, lembaga penegak hukum sudah dilaksanakan sejak lama. Jadi janganlah heran apabila pelaku kesehatan kebanyakan hidup di dua alam yaitu PNS sebagai alam yang menjamin hari tua dengan pensiunnya, dan alam swasta yang menjanjikan penghasilan lebih untuk menunjang kemapanan dan hedonisme pada usia muda produktif.

Amanat dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 juga nampaknya belum bisa melindungi rakyat dalam pelayanan kesehatan khususnya bagi warga miskin. Urban Poor Consortium (UPW) Indonesia menilai hal ini terjadi karena dua faktor. Yang pertama, pivatisasi pelayanan kesehatan yang menghapus atau mengurangi subsidi kepada rumah sakit pemerintah sehingga rumah sakit ini cenderung mengutamakan pasien yang memiliki uang. Faktor yang ke dua adalah kebijakan pelayanan kesehatan untuk rakyat miskin pada dasarnya tidak memenuhi keharusan sebagaimana digariskan dalam konstitusi. Alokasi dana dari anggaran belanja negara untuk pelayanan kesehatan juga harus menjadi skala prioritas dengan jumlah yang cukup untuk memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas.

Di tengah sengkarut masalah, sistem, teknis dan administrasi kesehatan di Indonesia, pemerintah seharusnya mengarahkan kebijakan preventif bagi pembangunan kesehatan rakyatnya. Ini berkaitan erat dengan kemudahan mendapatkan akses informasi mengenai kesehatan sosial masyarakat serta pendidikan kesehatan dari usia dini. Ini juga termasuk keamanan pangan untuk rakyat, di mana rakyat terjamin pangannya dari bebas dari zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Di titik ini hukum mencakup ranah pergulatan lain dalam penjaminan kesehatan masyarakat seperti kebijakan perdagangan, industri, dan pendidikan.

Selanjutnya, masyarakat juga harus terus proaktif dalam pemerataan pelayanan kesehatan ini. Menggantungkan segala hal kepada pemerintah bukanlah suatu sikap yang baik karena kesehatan masyarakat adalah masalah bersama yang harus ditangani bersama pula. Pengembangan sistem pengobatan tradisional murah berbasis kearifan tradisional, menyediakan sarana dan program-program olah raga untuk sesama warga, penyediaan fasilitas publik yang gratis dan terbuka untuk berolahraga, berkomunikasi, dan bersosialisasi antar mereka yang pada gilirannya akan menyumbangkan hal yang besar untuk peningkatan kualitas kesehatan fisik, psikologis, dan sosial warga. Ini bisa dilakukan jika pemerintah masih juga gagal menyediakan fasilitas publik yang memadai dan bisa diakses gratis oleh warga masyarakat. Menyediakan halaman kita yang luas untuk dipergunakan sebagai tempat beraktivitas seperti di pedesaan-pedesaan adalah hal kecil yang bisa dilakukan.

Menjaga lingkungan yang bersih serta mendidik anak-anak serta adik-adik mengenai masalah kesehatan sejak dini juga menjadi tugas seluruh warga negara. Pendidikan mengenai lingkungan hidup, kesehatan, dan pentingnya menjaga alam dan keselarasannya dengan manusia patut diberi perhatian lebih karena dari sinilah semua manusia berasal. Betapa bagus jika pendidikan yang dilakukan bersama-sama ini bersifat inklusif dan integrative. Inklusif dalam arti tidak dilakukan secara eksklusif hanya di tatanan sosial masyarakat tertentu tapi mencakup seluruh tatanan masyarakat. Sedangkan integratif bisa berarti dilakukan bersama-sama oleh seluruh elemen masyarakat dalam program yang mandiri dan murni tanpa kecenderungan kepentingan apa pun kecuali penyehatan generasi. Pendidikan berwawasan alam dan lingkungan hidup yang sehat juga akan menunjang program-program pembangunan berkelanjutan dan membina generasi muda untuk berpikir cerdas dan panjang dalam melakuakan berbagai hal.

Memberikan pekerjaan dan pendapatan, membukakan kesempatan kerja dan beraktualisasi di ranah ekonomi dan sosial kepada orang tak mampu, sekecil apa pun itu, merupakan upaya yang  bisa dilakukan bersama-sama. Tak hanya mendapatkan profit ekonomi, dengan bekerja ada pelepasan beban psikologis yang pada gilirannya akan menunjang kesehatan jiwa. Dengan bekerja, orang juga terlatih untuk terus berpikir mengembangkan dirinya dan ini menunjang serta member motivasi seseorang untuk senantiasa sehat walafiat.

Hal lainnya adalah secara aktif berpartisipasi dalam proses politik dalam kehidupan sosial. Warga harus yakin bahwa warga akan memilih sosok-sosok pemimpin yang mampu memperbaiki kondisi diskriminasi dan buruknya pelayanan kesehatan warga. Ini mungkin sangat utopia mengingat untuk memilih poitisi yang baik dan benar-benar memperhatikan hak warga adalah bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami. Namun yang paling penting dari sini adalah satu pelajaran bahwa warga juga patut, berhak, dan wajib aktif ikut serta dalam menentukan kebijakan publik.

Akhirnya, jika kita berbicara mengenai hak warga, maka berujung juga ke hati nurani. Dengan iklim sosial dan pola komunikasi yang intens di antara warga diharapkan terjalin kedekatan individu dengan lingkungan sosialnya. Ini akan membangun jiwa yang bersih dan sehat sehingga akan berpengaruh secara fisik kepada individu-individu yang menjalaninya.

Dan kesehatan yang paling utama, memang terbagun dari perasaan peduli terhadap sesama.

Wallohualam…

I miss you brother Ivan Scumbag…

Penulis adalah guru dan musisi

Bahan bacaan :

Kimung. 2006. Myself : Scumbag Beyond Life and Death. Bandung : Minor Books

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/08/awas-hati-hati-orang-miskin-tidak-boleh-sakit/

http://okezone.com/read/2011/03/15/338/43/diskriminasi-kesehatan-langgar-hak-asasi-rakyat/

http://www.suarantb.com/2012/05/10/Sosial/detil%.html


[1] “Van, ini aku, Kimung…”

[2] “Si Ivan kejang-kejang dari tadi malem. Jam dua dini hari dibawa ke sini…”

[3] “Kenapa tangannya diikat?”

[4] “Kemaren si Ivan ngamuk. Ga mau diinfus, as infusan udah dipasang langsung dicabut lagi sampe tangannya berdarah-darah.”

[5] “Van kenapa kamu? Sabar ya…”

[6] “Nyet aku cabut dulu ya. Ntar sore balik lagi. Kamu jangan maca-macam. Cepet sembuh. Jangan lupa berdoa terus…”

JURNAL KARAT # 115, 6 April 2012, TITIK DIDIH

Oleh Jon 666

Lagu baru Karat, “Titik Didih”,

Menghajar di titik didih!

Bakar bakar bakar bakar

Cipatakan bara membakar dada

 Didihkan didihkan

Bergolak gairah menerjang terjang

Menghajar di titik didih!

Carry on sisters

Light my fire and burn me down

Boil me up fly me

Up to the sky where we’re all dust

Two… three… four…

Menghajar di titik didih!

Ini tentu saja lagu oldschool hardcore. Akan pendek seperti “Lagu Perang” namun punya energy yang sangat besar. Lagu ini ditulis tanggal 6 November 2011 dan beum pernah sekali pun saya share ke kawan-kawan. Namun demikian, saya sudah selesai menyusun aransemen dasar lagu ini. Semakin sulitnya Hendra dan Papay untuk berkumpul di rumah saya sangat mempersulit proses kreatif penciptaan lagu-lagu Karat terbaru.

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Eddie Vedder, Fugazi, Maksim, Fear Factory, Led Zeppelin, Black Sabbath, Sick of It All, Warzone

Books : Al Qur’an al Karim, Swedish Black Metal

Movie : Maksim The Piano Player

 

 

 

 

 

JURNAL KARAT # 114, 30 Maret 2012, TI ISUK JEDUR NEPI KA SORE JEDER

Oleh Jon 666

Lagu baru Karat, “Ti Isuk Jedur Nepi Ka Sore Jeder”,

I

Ti isuk jedur nepi ka sore jeder

Ngadenge maneh nyawakwak

Cape hate teu rampes gawe

Dirongrong bohong rahul diwangkong

Ti isuk jedur nepi ka sore jeder

Milakon pancen malire

Asa geus hade asa rancage

Ku maneh angger we teu kapake

Ngan moal nepi sumerah

Jalan panjang masih kacipta

Ti isuk jedur nepi ka sore jeder

Hajar terus galur nu tangtu

II

Ti isuk jedur nepi ka sore jeder

Kesang, getih, ngabalihlihan

Aral kabayang ngalayang mentang

Kamana hasrat ngageman jiwa

Ti isuk jedur nepi ka sore jeder

Karya karsa nu digulemar

Teu dihargaan teu diragaan

Teu di mamana ngan sia-sia

Ngan moal nepi sumerah

Jalan panjang masih kacipta

Ti isuk jedur nepi ka sore jeder

Hajar terus galur nu tangtu

Ketukan dasar celempung yang saya aransemen di lagu ini sangat terinspirasi dari pola permaianan dram Helmet, band alternative rock tahun 1990an, namun dengan pelafalan vokal yang lebih santai. Saya bayangkan brass section mengisi lagu ini. Antara gong tiup, toleat, dan serunai, namun dalam jumlah yang banyak dan melibatkan para ahli alat tiup tradisional, setidaknya lima belas orang, bermain dalam satu ensambel untuk lagu ini.

Sesi celempung untuk lagu ini sudah tergarap oleh saya, hendra, dan Papaytanggal 5 Agustus 2012 di halaman rumah saya.

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Eddie Vedder, Louis Armstrong, Reverb n’ Revolver, Nicfit, Janis Joplin, Jimi Hendrix, The S.I.G.I.T, Rollng Stone

Books : Al Qur’an al Karim, Salamatahari II

Movies : Let It Be

 

 

 

 

 

JURNAL KARAT # 113, 23 Maret 2012, WE’RE DIFFERENT COS WE PLAY FREE!

Oleh Jon 666

Lagu baru Karat, “We’re Different Cos We Play Free!”

Are you there?

Can you hear me?

Stick around and chase the fake

Free yourself and make a change

We’re different

And we play free!

Break the chains

Drop the leash

Eat the ballz doz fukk yerhead

Hiddabeatz to free the beasts

You’re different

Cos you play free!

PLAY FREE!

PLAY FREE!

PLAY FREE!

PLAY FREE!

We’re different

And lets play free!

Ini kental dengan nuansa hardcore. Ada beberapa pola rumit yang saya susun untuk lagu ini dan sudah pernah dilatihkan oleh saya, Hendra, dan Papay di Common Room walau tak terus berlanjut. Namun penggarapan konsep lagu ini terus saya lakukan dan kini sudah semakin matang, tinggal dimainkan minimal di sesi celempung terlebih dulu.

Ada sesi string yang chaos di dalam lagu ini. Mungkin tarawangsa yang akan saya mainkan secara chaos. Saya harus mulai mencari tarawangsa untuk diri saya pribadi. Lagu ini saya tulis tanggal 16 November 2010.

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Eddie Vedder, The S.I.G.I.T, Tools, The Cranberries, Nirvana, Mudhoney, Sonic Youth, Peterpan

Books : Al Qur’an al Karim

Movies : Public Enemy

 

 

 

 

JURNAL KARAT # 112, 16 Maret 2012, SELAMAT ULANG TAHUN KARAT! KONSER TUNGGAL KARINDING ATTACK GERBANG KERAJAAN SERIGALA

Oleh Jon 666

12 Maret,

Selamat ulang tahun Karat! Semoga semua yang terbaik selalu bisa diraih serta berkah buat semua orang! Amin, ahung, rahayu!

Hari ini sepanjang siang Karat menghabiskan waktu di Dago Tea House utuk cek tata suara dan mempersiapkan hal-hal lain yang berkaitan dengan Konser Gerbang Kerajaan Serigala. Kesibukan juga terlihat di kru Atap Promotion sebagai pihak promotor acara yang mempersiapkan berbagai hal berkaitan dengan konser. Di luar gedung sudah dipasang berbagai gimmick berupa gerbang bersar bergambar serigala Karat dan juga sampul album Karat “Gerbang Kerajaan Serigala”, masuk lorong suasana merchandising ditata sedemikian rupa agar orang bisa berbelanja sebelum menikmati konser. Masuk ruang aula gedung interior berbau Karat dan serigala juga terus ditata. Patung serigala besar terpajang di ruang masuk aula dan di dalam aula bersama dengan artwork sampul album dan foto sembilan orang personil Karat jepretan Kimo.

Cek tata suara berlangsung sepanjg siang, sore hingga malam. Karat memang dijadwalkan menginap di penginapan Dago Tea House. Hari itu, bergabung dengan Karat adalah Bah Olot dan Iwan Cabul. Awalnya duet maun Mang Engkus dan Mang Maman dijadwalkan akan bergabung di Dago Tea House, tapi mereka ternyata lebih memilih bergabung dengan Trie Utami di hotel.

Cek tata suara akhirnya selesai jam satu malam dan semua sangat lelah seharian ini. Waktunya beristirahat untuk menghajar keesokan harinya!

13 Maret,

Jam delapan pagi semua bangun dan cfek tata suara kembali dilakukan. Sepanjang siang cek tata suara dan gladi kotor digelar, sebagian dipijit sama Mang Iwan agar segar nanti malam. Jam dua atau jam tigaan akhirnya semua usai dan Karat beristirahat di kamar masing-masing sambil mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan konser.

Jam lima sore, kawan-kawan yang diundang mulai berdatangan. Masuk magrib, Karat mulai dikarantina. Semua sudah siap dengan seragam pangsi dan iket putih. Cei I’I, Mang Budi Dalton, Ncie Trah, dan Paperback, Eye Feel Six, juga sudah datang dan kita berkumpul bersama di ruang artis teater tertutup Dago Tea House.

Jam tujuh malam…

Bismillah…

Mari hajar konser Gerbang Kerajaan Serigala!

Berikut adalah beberapa review media internet mengenai konser tunggal Karat tanggal 13 Maret 2012, simaklah,

1

finfin (not verified) – Rabu, 14/03/2012 – 16:54,

Warisan Jenius

Karinding Attack, ibu sekaligus ayah yang menelurkan anak budaya tradisional-kontemporer untuk warisan generasi yang akan datang… karya jenius dari orang-orang jenius… Rahayu.. \m/

 

Jethro Tull (not verified) – Rabu, 14/03/2012 – 07:23

Karinding Attack

Spirit yang tercerahkan dari sebuah kesadaran berbudaya GAYA BARU…back to our own culture, kemasan-nya MENGGETARKAN…

http://www.pikiran-rakyat.com/node/180593#comment-72158

2

Konser Tunggal Karinding Attack, Gerbang Kerajaan Serigala

Published March 22, 2012 | By houtskools

Sebuah hajatan besar diadakan di Gerbang Kerajaan Serigalap ada Selasa malam (13/3) lalu. Acara dibuka oleh Budi Dalton dan Trie Utami bersama 9 pemuda berpakaian serba putih layaknya seorang wali. Mereka menyanyikan Rajah bubukadan Gayatri Mantram. Nyanyian Trie Utami dan Budi Dalton, alunan pirigan karinding dan waditra-waditra lain bercampur dengan aroma kemenyan berhasil membuat suasana merinding.

Yak, kolaborasi Karinding Attack (Karat) dengan Trie Utami dan Budi Dalton (menurut saya ) berhasil membuka konser tunggal Karinding Attack yang malam itu juga merilis album mereka yang berjudul “Gerbang Kerajaan Serigala” Kolaborasi Karat dengan musisi Bandung tak berhenti disitu saja. Pianis Sony Akbar diajak bermain-main bersama Karat. Kali ini alat music karinding akan dibawakan dalam nuansa Jazz! Lagu Burial Buncelik mampu dihajar habis dengan nuansa music sunda dan jazz yang kental. Selanjutnya lagu-lagu Hampura Ma 2, Dadangos Bagong, hingga Wasit Kehed dibawakan pada sesi pertama pertunjukan itu. Karat berhasil mengeksplorasi musik pirigan-pirigan pakem karinding yang dikembangkan dengan menambahkan komposisi musik punk, hardcore, metal, serta unsur-unsur musik lainya. Sang vokalis Man “Jasad” berkali-kali berkata “Kami memang memainkan karinding tapi kami tidak memainkan music tradisional dan kami pun juga tidak memainkanmusik modern. Terserah kalian mau menyebut music kita apa”. Man “Jasad” malam itu memang sering berinteraksi dengan penonton melalui banyolan-banyolan nya maupun komentar nyinyir nya dalam bahasa sunda.

Pada sesi ke-2 konser Karat masih membawakan lagu-lagu mereka mulai dari: Hampura Ma 1, Sia Sia Asa Aing, Lapar Ma, Maaf, hingga Lagu Perang. Pada lagu Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol, Karat dibantu oleh anak-anak dari kelas karinding mereka. Selain itu karat juga berkolaborasi dengan Paperback, Gabungan Aki–Aki Sunda, serta dengan sinden Sri Rejeki yang malam itu menyanyikan kawih “Kembang Tanjung Panineungan”. Di tengah-tengah pertunjukan Karat juga memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh yang sangat berharga bagi perkembangan musik Karat dari awal berdiri. Karat juga sempat merayakan hari ulang tahun nya yang ke-3 dengan mengajak audiens untuk bermain karinding bersama-sama. Meskipun tidak banyak yang membawa karinding, partisipasi audiens dalam permainan karinding bersama-sama ini memperlihatkan eksistensi karinding sebagai music rakyat yang mampu dimiliki dan dimain kan oleh semua orang.

Pertunjukan malam itu ditutup oleh encore yang dimainkan oleh Karat dengan Risa Saraswati beserta seluruh pengisi acara. Mereka memainkan lagu “We Are The World” Saya merasa pertunjukan malam itu berjalan sangat cepat sekali. Entah, mungkin karena merasa terbius oleh komposisi music karinding yang menurut saya terdengar seksi. Semoga saja tidak hanya Karat yang berhasil membuka kemungkinan dan kesempatan baru perkembangan seni musik tradisional. Salut untuk Karinding Attack.

Photo & Text by Gilang Arenza

http://houtskools.com/?p=1349

3

Film repirtase konser Karinding Attack Gerbang Kerajaan Serigala bisa dilihat di

http://gigsplay.com/new/Video-detail/gigsplaytv-konser-tunggal-karinding-attack-gerbang-kerajaan-serigala/

4

Eksplorasi Eksotisme Karinding Di Konser Tunggal Karinding Attack

Posted 16/03/2012 by Rahmat Arham in Concert

Overview

Type : Concert

 Venue : Dago Tea House

 City : Bandung

 Date : 13 Maret 2012

 Where: Jl. Dago Pojok 89 AF

 Start From: 19.00 – 23.00

 Guest Star: Karinding Attack, Trie Utami, Budi Dalton, Risa Saraswati

 Our Review

Venue : Bintang 4

Performance : Bintang 4

Crowd : Bintang 4

Sound : Bintang 4

Siapa kini yang tak tahu karinding? Waditra karuhun Sunda itu semakin berkembang terutama setelah dikawal oleh Abah Olot dari Parakan Muncang pada pertengan tahun 2000-an. Banyak kekayaan intelektualitas di balik kesederhanaan bentuknya. Terbagi menjadi tiga bagian (Pancepengan, Cecet Ucing, dan, Paneunggeulan), karinding merefleksikan nilai dan ajaran tentang yakin, sadar, dan sabar. Tahun 2008 pun seolah menjadi momen kebangkitan karinding. Adalah Karinding Attack (Karat) yang mengembangkannya secara progresif. Karat memperlakukan karinding dengan menyatukannya bersama instrumen lainnya. Terbukti, langkah ini memperlihatkan bahwa karinding ternyata punya keluwesan untuk bersanding bersama musik lain.

Sebagai pembuktian Karat terhadap pengembangan musik karinding, konser tunggal bertajuk “Gerbang Kerajaan Serigala” pun digelar pada Selasa (13/3) malam di Teater Tertutup Dago Tea House, Jalan Bukit Dago Selatan, Bandung. Sederet musisi juga turut memeriahkan acara yang dibanderol seharga Rp. 25000,- /tiket tersebut.

Digawangi oleh Man (karinding, vokal), Ki Amenk (karinding, vokal), Wisnu (karinding, vokal), Kimung (celempung, vokal), Hendra (celempung, vokal), Papay (celempung, kohkol), Okid (gong tiup, toleat, vokal), Jimbot (toleat, suling, serunai, vokal), dan Yuki (suling, saluang, serunai, dan vokal), Karat memecah sepanjang malam itu dengan pirigan-pirigan pakem karinding yang dibaurkan bersama komposisi punk, hardcore, dan metal.

Opening acara terasa syahdu saat mereka berkolaborasi dengan Trie Utami dan Budi Dalton dalam “Rajah Bubuka” dan “Gayatri Mantram”. Lengkingannya yang berpadu bersama liukan beragam musik bambu lainnya membuat penonton hening malam itu. Selepas memainkan “Dadangos Bagong”, Karat kemudian menyambungnya dengan “Wasit Kehed”

Man menyapa penonton secara interaktif melalui celetukan bodoran khasnya. Tak ada jarak berarti antara penonton dengan Karat dalam konser ini. “Karinding juga bisa disatukan dengan jazz,” ujar Man sesaat sebelum Karat berkolaborasi dengan pianis Sony Akbar. Permainan tata lampu yang mendukung pun memukau ratusan penonton yang hadir.

Selain melucurkan album pertamanya, konser tunggal ini juga sekaligus merupakan perayaan hari jadi ketiga bagi Karat yang terbentuk sejak 12 Maret 2009. Sempat diadakan acara potong kue berukuran besar yang dikomandoi MC Edi Brokoli, kemudian acara dilanjutkan kembali dengan pertunjukan musik bersama Gabungan Aki-Aki Sunda.

“Alhamdulillah semoga Karat bisa jadi artefak budaya untuk masa depan. Tentang album ‘Gerbang Kerajaan Serigala’ ini, kita mah cukup sampai di gerbangnya aja. Cukup melihat para serigala yang rebutan makan, kursi, dan kekuasaan!” teriak Man yang disambut applause penonton.

Nomor-nomor lain seperti “Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol”, “Sia Sia Asa Aing”, “Hampura Ma 1, “Hampura Ma 2″, dan “Lagu Perang” tak luput dibawakan. Karat juga mengajak para anak muda dari Kelas Karinding untuk turut bergabung.

Tak hanya sampai disitu, alunan instumen kecapi menyeruak ketika Karat berduet dengan sinden Sri Rejeki. Kawih “Kembang Tanjung Panineungan” seolah menghipnotis semua yang hadir. Sontak tepuk tangan pun membahana, apalagi ketika Risa Saraswati masuk dan berbagi panggung bersama. “We Are The World” milik mendiang Michael Jackson pun menjadi penutup perhelatan malam itu.

Melalui pertunjukan tersebut, karinding diperlihatkan bahwa ia tidak sekadar alat pengusir hama di sawah, penghibur waktu senggang, atau pelengkap ritual kesenian semata. Karinding juga ikut menjelma jadi suatu bagian yang turut memeriahkan ekspresi musikalitas.

Tulisan: Hanifa Paramitha Siswanti

Foto: Muhammad Billy Bernaldy

http://gigsplay.com/new/GigReview-detail/eksplorasi-eksotisme-karinding-di-konser-tunggal-karinding-attack/

5

Konser Tunggal Karinidng Attack

Posted on March 13th, 2012 in Event, Music, Review

Gerbang Kerajaan Serigala tampak sudah bersiap untuk menyambut kedatangan kita, menghisap sari jiwa, membuat kita tenggelam dengan alunan berbagai rasa yang dihasilkan sekumpulan orang luar biasa, setengah sinting, setengah iseng.

Jangan kaget bila aura ruang Teater Tertutup Dago Tea House Bandung nanti menggoda melalui aroma berbeda, wewangian khas akan menyelimuti jalannya Konser Tunggal Karinding Attack. Saya harap bisa menikmati keseluruhan acara dan kemudian berkata, “Wow.”

Kota Bandung dan Indonesia perlu membangunkan kembali dunia musik yang belakangan mulai menjenuhkan. Siapa tau dengan dibukanya Gerbang Kerajaan Serigala dapat sedikit menggerakkan rasa musisi-musisi lainnya.

http://meityfitriani.com/2012/03/13/konser-tunggal-karinding-attack/

6

Konser Karinding Attack di Gerbang Kerajaan Serigala

Home » Konser Karinding Attack di Gerbang Kerajaan Serigala

16 Mar Posted by Redaksi in For Event | Comments

Konser Karinding Attack di Gerbang Kerajaan Serigala

 Oleh : Rizki Rahadiyan

“karinding bukan alat musik tradisional ataupun modern”

Tidak seperti biasanya Selasa malam  gedung pertunjukan Dago Tea House ramai oleh pemuda pemudi baik  yang berasal dari kota Bandung maupun daerah lainnya. Memang beralasan gedung pertunjukan yang biasanya hanya ramai setiap libur akhir pekan saja itu kali ini penuh, karena tanggal 13 Maret kemarin bertepatan dengan konser tunggal karinding Attack, sebuah acara konser yang dibuat sebagai rasa syukur atas hari jadi mereka yang ketiga, serta sebagai launching album pertama Karinding Attack.

Memang terasa spesial malam itu, bila biasanya pertunjukan musik selalu diiringi alat-alat musik seperti gitar, drum, keyboard, dan lainnya. Kini pertujukan musik itu diiringi alat-alat musik dari bambu.

Acara di mulai sekitar pukul 19.30, dibuka dengan tembang Rajah Bubuka dan Gayatri mantram dibawakan oleh Trie Utami dan Budi Dalton. Kemudian diteruskan dengan Dadangos Bagong, Wasit Kehe, Hampura Ma, Maaf, Yaro, Kawih Pati, Gerbang Kerajaan Serigala,  Selain nama-nama diatas, Karinding Attack juga melakukan kolaborasi dengan beberapa musisi diantaranya Trio Sony Akbar membawakan Burial Bunceklik dalam suasana Jazz, dengan anak-anak dari Kekar (Kelas karinding) membawakan Nu Ngora Nu Nyekel Kontro dan Maaf, serta bareng Paperback membawakan Because-kelas Rakyat, bersama Sri rejeki membawakan kawih Tembang Tanjung Panineungan, juga dengan Gabungan Aki-aki Sunda membawakan Ririwa di Mana-mana.

Selain berkolaborasi,  Karinding Attack juga sempat mengajak para penonton untuk bersama-sama memainkan-mainkan Karinding di tengah pertunjukan.

Acara pertunjukan musik ini semakin menarik dengan di dukung oleh video art dan lighting yang cukup menarik, juga ada pertunjukan tari di Hampura Ma Part 2. Di tambah dengan Man yang begitu interaktif dengan penonton. Konser pun di tutup dengan penaampilan karinding attack berkolaborasi bareng Paperback, Eye Feel Six, Trio Sony Akbar, dan sang ratu Risa Saraswati membawakan We Are the World.

Cukup banyaknya musisi yang berkolaborasi dalam konser ini seperti membuat pernyataan bahwa Karinding bisa dinikmati dengan cara apapun, dengan campuran musik apapun dan tidak terjebak dengan dikotomi alat musik tradisional ataupun modern. Terserah anda bagaimana mengembangkan karinding sebagai warisan budaya agar bisa terus dinikmati generasi selanjutnya.

http://formagz.com/for-event/konser-karinding-attack-di-gerbang-kerajaan-serigala

7

Konser Musik Bambu Karinding Attack

21 Maret 2012

 

Oleh Idhar Resmadi

Bandung – Alunan suara yang keluar dari pelepah kawung atau bambu itu mampu membius ratusan penonton yang memadati Gedung Teater Tertutup Dago Tea House. Alat musik bambu bernama Karinding yang dulunya merupakan alat untuk pengusir hama, kini di tangan Karinding Attack menjadi alat musik yang kaya dengan berbagai macam eksplorasi genre musik.  Seperti yang terlihat dalam konser tunggal mereka, “Gerbang Kerajaan Serigala” pada Selasa, (13/3) yang mencampurkan musik tradisi karinding menjadi lebih lebar dan berwarna dengan kolaborasi musik pop, folk, hingga jazz.

Konser “Gerbang Kerajaan Serigala” diselenggarakan sebagai pembuktian komitmen Karinding Attack untuk mengembangkan musik karinding dan menyebarkannya ke khayalak luas. Terlihat beberapa remaja dan anak muda kini tak risih lagi untuk mempelajari karinding, seperti yang terlihat dari konser malam itu yang banyak dihadiri oleh remaja dan anak muda. Beberapa malah membawa karinding sendiri.

Karinding Attack tumbuh besar dan berkembang dari komunitas metal Ujungberung. Sebagian besar personilnya pun terdiri dari beberapa musisi metal seperti Man, vokalis band death metal Jasad, Amenk yang merupakan vokalis band deathmetal Disinfected, dan Kimung, mantan pemain bass Burgerkill. Secara musikalitas, musik Karinding Attack memang penuh dengan nuansa yang tak hanya terpaku pada nuansa eksotisme musik tradisi semata. Pengaruh musik metal sangat terasa kuat dalam musik-musik Karinding Attack yang bersemangat, enerjik, dan penuh dengan tempo cepat.

Sebagai sebuah band yang tumbuh besar di lingkungan musik metal dan punk, terselip mayoritas lirik-lirik dan pesan dari Karinding Attack banyak memiliki pesan menyoal kritik sosial dan politik, terutama dilihat dari perspektif lokalitas.

Konser yang juga merupakan hajatan ulang tahun ketiga Karinding Attack ini dibuka dengan “Bubuka” yang dilantunkan oleh penyanyi Trie Utami bersama budayawan Budi Dalton. Kemudian dilanjutkan dengan “Mantram Gayatri” dan “Hampura Ma bagian 1”. Karinding Attack pun malam itu tak melupakan menyisipkan pesan-pesan kritik sosial dan politiknya seperti pada lagu “Dadangos Bagong”, dan “Wasit Kehed”.

Pada lagu “Burial Buncelik”, Karinding Attack memperlihatkan warna musik yang berbeda ketika berkolaborasi bersama musisi jazz Sony Akbar Trio. Musik-musik dari bambu itu bersanding mengalun dengan alunan piano dan gitar yang disambut riuh penonton.

“ Musik Karinding Attack itu bukan musik tradisional juga bukan musik modern. Kami membuat musik dan bereksplorasi dengan apa yang kami inginkan,” ujar sang vokalis Man yang malam itu tampil begitu komunikatif dan seringkali melemparkan bobodoran (candaan) atau sentilan.

Kekayaan eksplorasi itu pula yang ditampilkan oleh band yang terdiri dari Man (vokal), Ki Amenk (karinding), Wisnu (karinding), Kimung (celempung), Hendra (celempung), Papay (celempung, kohkol), Okid (gong tiup, toleat), Jimbot (toleat, suling, serunai), dan Yuki (suling, saluang, dan serunai). Pada lagu “Because- Kelas Rakyat” mereka berkolaborasi dengan band folk Paper Back. Meski berbeda genre musik, toh, Karinding Attack maupun Paper Back tak sama sekali canggung. Malah harmonisasi nada terlihat dari musisi yang berbeda warna musik ini.

Salah satu komitmen Karinding Attack dalam melestarikan seni karinding pada anak muda adalah ketika mereka mengajak remaja yang menggeluti Kelas Karinding (Kekar) dalam konser malam itu untuk melantunkan lagu “Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol”. Tak lupa pula, Karinding Attack malam itu menghadirkan para seniman-seniman yang berjasa dalam melestarikan seni karinding seperti Abah Olot, Mang Engkus, dan Mang Utun. Kolaborasi anatara seniman karinding muda dan para tetua karinding ini pun terjadi ketika melantunkan lagu “Ririwa”.

Konser sepanjang hampir dua jam itu pun ditutup oleh tiga lagu yaitu “Yaro”, “Gerbang”, dan “Maaf Kami Tidak Tertarik Pada Politik Kekuasaan”. Tak lama kemudian encore berkumandang, tak lama setelah itu lantunan sinden pun lantang bersuara ketika lagu “Kembang Tanjung” dinyanyikan.

Momen spesial malam itu justru pada akhir acara. Karinding mengundang vokalis Risa Saraswati untuk bersama-sama menyanyikan “We Are The World” karya Michael Jackson. Momen emosionil itu pun dilanjutkan dengan kolaborasi dengan musisi jazz Sony Akbar Trio, band folk Paperback, dan band hiphop Eye Feel Sick. Konser ini pun membuktikan komitmen dan hasrat dari Karinding Attack bahwa tidak ada satu pun kerangka maupun genre musik yang sanggup mengekang mereka. 

http://www.indonesiakreatif.net/index.php/id/tulisananda/read/konser-musik-bambu-karinding-attack

8

Konser Karinding Attack Tanpa Kolaborasi Dengan Musik Metal

Grup musik bambu asal Bandung, Karinding Attack (Karat) selama ini dikenal publik lekat dengan musik metal, namun dalam konser tunggalnya “Gerbang Kerajaan Serigala” Selasa (13/3) esok, Karat tidak akan berkolaborasi dengan genre metal. Hal tersebut diungkapkan oleh Man, salah satu punggawa dari Karat dalam konferensi pers konser “Gerbang Kerajaan Serigala”, Senin (12/3) siang di Commonroom, Bandung, ia menyebutkan bahwa Karinding Attack sendiri sudah metal, jadi tidak perlu lagi berkolaborasi dengan genre tersebut dalam konser ini.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa Karinding Attack sendiri lahir dari komunitas Ujung Berung Rebel, komunitas yang sangat kental dengan genre metal. Man sendiri merupakan vokalis dari band deathmetal, Jasad.

Dalam konser tersebut, Karat akan berkolaborasi dengan sejumlah musisi, menampilkan komposisi musik karinding buhun bersama gabungan Aki-Aki Sunda, Trie Utami, dan Budi Dalton. Mengeksplorasi corak musik jazz bersama pianis Sony Akbar, musik folk dengan Paperback, permainan instrumen kecapi bersama sinder Sri Rejeki, serta memainkan komposisi musik pop bersama Risa Saraswati.

Sempat beredar anggapan miring yang menganggap bahwa Karinding Attack memainkan musik karinding tidak sebagaimana mestinya musik tradisional karinding. Dalam konfrensi pers tersebut, Kimung yang juga salah satu punggawa dari Karat, menegaskan bahwa karat bukanlah grup musik tradisional, Karat adalah produk budaya sekarang yang terinspirasi musik tradisional, Karinding Attack bermain musik dengan media Karinding. Dalam mengembangkan musiknya, Karat menganggap bahwa musik sejak awal diciptakan adalah satu dan hanya ekspresi musikalitas saja yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan berbagai hasrat musik yang oleh industri disebut sebagai genre. Oleh karena itu, Karat lantas memandang Karinding sebagai satu musik yang bisa bersatu dengan musik lainnya. Dinamika semacam itu Kimung anggap sebagai pelecut semangat dalam berkarya bersama Karinding Attack.

Man juga menambahkan ketika pentas banyak yang terkecoh dengan musik  Karinding Attack “Kok tradisional teh begini.. ya gimana saya aja.. pokoknya kami tulus berkarya untuk kesenian, kalo di Amerika ada musik heavy metal, kalo di kita itu heavy bamboo,” ujarnya seraya bercanda.

Konser “Gerbang Kerajaan Serigala” akan diselenggarakan di Teater Tertutup Dago Tea House, mulai pukul 17.00-22.00 WIB. Karinding Attack sendiri terdiri dari Man (karinding, vokal), Ki Amenk (karinding, vokal), Wisnu (karinding, vokal), Kimung, (celempung, vokal), Hendra (celempung, vokal), Papay (celempung, kohkol), Okid (gong tiup,toleat,vokal), Jimbot (toleat, suling, serunai, whistles, bird voices, vokal), Yuki (suling, saluang, serunai, whistles, bird voices, vokal).

Text & Photo : Rangga FN

Gigsplay

http://infobandung.in/konser-karinding-attack-tanpa-kolaborasi-dengan-musik-metal.dixx

9

Gerbang Kerajaan Serigala: KARAT

(this post is taken from Meity Fitriani)

I received an invitation to attend the launching of ‘Gerbang Kerajaan Serigala’, an album released by Karinding Attack which is also known as KARAT. The event took place on March 13, 2012; at Dago Tea House, Bandung. One thing that attracted me the most was the fact that this album might be the first Karinding album ever recorded in a form of music album and publicly released in the whole world, and hopefully it won’t be the last. Not only that, this concert also is considered as the first Karinding concert ever held. For this concert, Karat collaborated with other artists and/or musicians such as Trie Utami, Budi Dalton, Sony Akbar Trio, Paperback, Risa Sarasvati, Shofia Khanza, Sofia Azzahra, Siti Herdianti, Karina Putri, Handriansyah Nugraha, Mochammad Dwivo Rahayu, Mochammad Latief Prabowo, Avatar Marvel, Ma Awas, Abah Olot, Mang Engkus, Mang Maman, Mang Utun, Mang Dedi, and Iwan Cabul.

The concert itself is a representation of Karat’s personnel commitment and dedication for karinding music development; it’s an official introduction of the music to those who aren’t familiar with the instrument. It is a reminder for Indonesian, especially the young generation, that a traditional music isn’t lame; that traditional music is adaptable to current trends; that traditional music is precious and it is important for us to prevent it from vanishing. This concert is a result of deep and thorough exploration; a concrete re-discovery proof of the-almost-forgotten traditional music inheritance by great, crazy, nice, funny, weird, scary, determined artists who refuse to give up in reaching their objectives and spread their unlimited verve in doing so.

Karinding is a small shaped bamboo (20 x 1 cm) separated into three main parts; there are different shapes of the instrument depending on age difference, place of origin, and gender of the player. The instrument is also recognized in other countries such as Nepal, China, and even some countries in Europe. Aside from bamboo, there’s also Karinding made from metal or steel; it has been said that the material used to make the instrument could determined its origin.

Karat itself is a group with a dominant influence of metal culture which could be heard from its punk and metal sounds’ nuance on the songs, both musically and lyrically. Hampura Ema (Forgive me, Mother), Wasit Kehed (Unfair Referee), Sia Sia Asa Aing (Snob), Maap Kami Tidak Tertarik Pada Politik Kekuasaan (Sorry, We Are Not Interested in the Politic Reign), Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol (The Youth Who Holds The Control), Ririwa Di Mana-Mana (Ghosts Everywhere), Lapar Ma (Mother, I’m Hungry), and other songs inspired by daily routine and/or experiences of Karat’s personnel were on the set list that night.

please do forgive me for the weird translation of the song title, I tried my best, really.

Powered by Atap Promotions and supported by Djarum Super, Karat has proven its three years of existence and influence its caused through hundreds of audience which half of them wearing Iket Sunda and brought karinding to the venue. There is a gate with a big writing of the concert title and couple of backdrops available around the venue, a lounge prepared by the sponsor with small coffee bar and merchandise stall placed just before the main door. To be honest, I thought I am going to see a complete black decorated hall but instead the only thing that covered in black was the stage. Crossing my finger, I did expect for one unforgettable concert.

Gerbang Kerajaan Serigala – literally translated as the Gate of Wolves Kingdom – was opened by Trie Utami’s beautiful chanting. I was intrigued by Trie Utami’s participation in the concert, her voice totally hypnotized the audience into silence; a strong thrill of goosebumps, I must say. Karat then continued to entertain the audience with its performance; Man (Vocal, Karinding) was quite interactive with the audience, although the jokes were real fun to hear, it was confusing on which direction the group would like to take the audience to. It could be a good way to break the ice between KARAT and its audience but I wouldn’t mind if there’s more “punch” from the performance.

One thing that I have to brag to you is how the visualization on the screen surprised me. Ever since I came home and attended various concerts, Gerbang Kerajaan Serigala is the first concert with more than just the average visual. There’s this one image of how zygote turns into human inside the uterus; I am not sure why but the images were so strong I could not get it out of my mind up until now. I think I have to say my sincere appreciation for the men who are responsible for the artistic and the video art for what they have produced.

Before Karat started with its song “Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol”, a young girl (who was with 5 others as backing vocal) screamed “Rek kieu-kieu wae hirup teh?” – a strong question asked which although made audiences laughed, it actually throw a bit of slap on the face for me us who live without any willpower to make a change in my our live; to set a goal; to become a better individual; to define objective in living our life and not wasting more time for something useless.

In between sessions, intermezzo through “Wayang Orang” projected on screen consoled us while the personnel changed their outfit and took a short break. Man (Karinding, Vocal) who was accompanied by Edi Brokoli as master of ceremony also humor the audiences with hilarious statements and comments. As I said before, on the contrary of what I have expected before the concert, I was more likely being entertained by the jokes thrown from the stage rather than just the music itself.

As this concert was also a celebration for the third anniversary of Karat, it could have been better if the concert is focusing more on the music itself rather than a parody presented. Nothing wrong with intimate interaction between the group and the audience, it was great and all – but when it comes with a bigger resonance of the music, the concert would be perfect if the closing is as great as the opening act. I understand fully the meaning of collaboration of all artists involved covering the song ‘We are the World’ but somehow I feel like I expect something…more. But again, it’s my (humble) personal opinion.

However, we could see how powerful Karat influences young generation, especially who’s residing in Bandung. It’s now common to see music enthusiast (especially those who come from the underground scene) wearing Iket Sunda. Karat consistently exploring its limit and found (also proved) that there is no such thing as limit in music. Traditional musicians should get rid of their low self-esteem when being faced with modernization. Standing applause for Karat and every one who’s behind it.

This concert may be the first concert of Karinding in the world but without any regeneration and proper revitalization, another beautiful inheritance from our ancestor would be gone without we even realizing it. Why should wait until other countries claim out our culture to care about it? Why don’t we study and show the world how culture rich our country is?

Why don’t we re-introduce Indonesia to the world by giving them wide variety of beautiful traditional music harmonization? Why don’t we let them know that Indonesia is not only about corruption, a singing president, a racial/religious war, and a stampede with our neighbor? Why don’t we let them know that there are other traditional treasure aside from angklung, gamelan, batik and such? Why don’t we let them know that Indonesia has so much more than just that?

or should I say, “Rek kieu-kieu wae hirup teh?”

If you are interested in learning Karinding, you could drop by at Common Room or Gedung Indonesia Menggugat where a class is being held for public. Information related to karinding attack could be read at Jurnal Karat.

The men behind Karinding Attack are; Man (Karinding, Vocal), Ki Amenk (Karinding, Vocal), Wisnu (Karinding, Vocal), Kimung (Celempung, Vocal), Hendra (Celempung, Vocal), Papay (Celempung, Vocal), Okid (Gong tiup, Toleat, Vocal), Jimbot (Toleat, Suling, Serunai, Whistles, Bird voices, Vocal), and Yuki (Suling, Saluang, Serunai, Whistles, Bird voices, Vocal).

Karinding Attack crew are; Viki, Ghera, Mang Tahu, Zemo Cabalero, and Uwok.

Bandung, 17th March 2012

written by Meity Fitriani

 

photographs used in this post is a private property of the writer

personal video documentation is available here

http://blackboxrecorder.tumblr.com/

Terima kasih sebesar-besarnya kepada Pak Herman dan PT Djarum, serta Giovitano, Ardi, dan Atap Promotion yang sudah sangat membantu terselenggaranya pergelaran “Konser Tunggal Karinding Attack Gerbang Kerajaan Serigala”. Semoga apa yang kita lakukan akan menjadi berkah bagi diri kita pribadi dan juga kepada orang lain. Amin, ahung, rahayu!

Hajar terus jalanan!

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Eddie Vedder, Tools, Sepultura, Soulfly, The S.I.G.I.T,  Fear Factory, Komunal, Rajasinga

Books : Al Qur’an al Karim,

Movies : Bismarck

 

 

                                                          

JURNAL KARAT # 111, 2 Maret 2012, KEMBANG TANJUNG PANINEUNGAN

Oleh Jon 666

4 Maret, Minggu,

Hari ini latihan dimulai dari jam lima sore karena akan diikuti oleh Zahra, Sasa, Hadi, Bombom, Latief, dan Ivo, semuanya pelajar yang harus pulang sebelum malam. Latihan diawali dengan lagu “Lapar Ma!”, menghadirkan vokal latar Zahra. Karena vokal Zahra dianggap kurang kuat, maka Hadi ikut melatari Karat di lagu ini. “Lapar Ma!” diulang empat kali sampai akhirnya dianggap mendekati sempurna. Lagu selanjutnya, “Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol” menampilkan vokal latar yang ramai juga. Kali ini, selain Hadi dan Zahra, Latief dan Sasa ikut bergabung. Seharusnya ada Ivo, Bombom, dan Arni juga, tapi mereka berhalangan di kesempatan kali ini. Latihan lalu dilanjut ke lagu-lagu Karat, minus “Gerbang Kerajaan Serigala” dan “Maaf!” yang tidak dilatihkan karena waktu yang terbatas, sementara Paperback dan Eye Feel Six sudah bersiap-siap.

Latihan selanjutnya adalah lagu “Because – Kelas Rakyat”. Sesi ini lagu “Because – Kelas Rakyat” semakin mantap saja dimainkan. Kini dengan penambahan instrumen ukulele yang dimainkan Kimung, dua lagu ini semakin rancak saja. Ukulele Kimung ini akhirnya selesai juga dikerjakan Ayi sejak September 2011. Kimung menamai ukulelenya, Aurora, nama yang dibuatkan Zia untuknya. Aurora akan lebih sering dimainkan bersama Paperback dan Dumb Brother. Seperti “Because – Kelas Rakyat”, lagu “We are the World” di sesi ini juga semakin mantap dimainkan. Soul dan karakter tiap musisi yang berkolaborasi semakin mendapatkan ruhnya dan tinggal sedikit polesan, sempurnalah aransemen lagu ini.

“Burial Buncelik” di gelar kemudian. Man yang kini mendapat tata aransemen melalui piano Sony Akbar dengan cepat bisa beradaptasi. Ada sedikit kendala di bagian solo piano dan suling tengah lagu. Hendra masih sulit mempertahankan konstanitas tempo permainan celempungnya, sehingga banyak nada-nada yang kedodoran. Dengan bantuan Papay, sedikit demi sedikit Hendra semakin bisa mempertahankan tempo.

5 Maret, Senin, Wayang atau MC?

Ada dua perdebatan yang dikemukakan hari ini. Yang pertama tentang format MC yang dikemukakan oleh Jimbot. Ia keberatan jika MC wayang akan dilakukan olehnya dan Man karena ia ingin fokus manggung. Jika akan tetap menggunakan wayang, Jimbot memilih untuk menggunakan dalang sungguhan agar lebih serius. Jika pun wayang tak mungkin, ia ingin ada MC yang pilihannya jatuh ke Edi Brokoli.

Perdebatan ke dua adalah keberadaan tarian “Hampura Ma 2” oleh Andra dan Ilva. Tari dikhawatirkan akan bentrok dengan konser video art di LED dan blocking panggung Karat. Namun Kimung akan konfirmasi mengenai blocking panggung dan penataan rundown serta artistik ke Kociw sehingga kemungkinan Andra dan Ilva untuk tampil di “Hampura Ma 2” tetap berlangsung. Akhirnya, ditetapkan tarian akan terus ada. Malam itu, Andra dan Ilva berlatih tari di Common Room.

7 Maret, Rabu, Kembang Tanjung Panineungan

Hari ini latihan dimulai dari jam lima sore. Agendanya adalah menghitung durasi lagu dari awal hingga selesai. Ini adalah pertama kali durasi konser secara live dihitung dengan format latihan yang disesuaikan dengan kondisi panggung nanti. Latihan diawali dengan lagu “Lapar Ma!” yang menghadirkan vokal latar Zahra dan Hadi. Lagu ini lancar dimainkan, tak ada kendala yang berarti. Setelah itu, giliran “Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol” yang dimainkan, juga menghadirkan vokal latar Zahra, Hadi, dan Latief. “Lapar Ma!” dan “Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol” seharusnya dimainkan di tengah daftar konser, namun karena Zahra harus segera pulang maka digeber di awal latihan.

Selanjutnya, “Bubuka – Gayatri Mantram” dimainkan dengan sentuhan vokal Jimbot – Man yang spektakuler mengisi bagian yang biasa diisi Trie Utami dan Budi Dalton. Ada sedikit perdebatan mengenai bagaimana mengakhiri lagu, namun semua berakhir dengan baik. “Hampura Ma 1” dialunkan kemudian. Lagu ini dimainkan dengan berbagai aransemen yang jauh lebih variatif dari versi asli rekaman yang dilakukan tahun 2008. Tak banyak kendala di lagu ini, Karat hanya mengulang dua kali sekedar meneguhkan kembali ingatan akan lagu ini. “Dadangos Bagong” digeber kemudian. Tak banyak kendala juga di lagu ini selain tempo yang terlalu lambat dan kemudian dipercepat di sesi selanjutnya.

“Wasit Kehed” lalu digeber dengan lancar dengan vokal latar Hendra dan Yuki. Kimung memutuskan untuk tidak berteriak melatari vokal Man di lagu ini untuk menjaga stamina vokal di lagu-lagu berikutnya. Setelah “Wasit Kehed”, seharusnya “Burial Buncelik” digeber namun diskip karena lagu ini akan dilatih bersama Sony Akbar. Dalam rundown, ”Burial Buncelik” adalah lagu terakhir yang menutup sesi pertama konser dengan pemutaran video karinding sebagai jembatan ke sesi berikutnya.

Lagu selanjutnya adalah “Hampura Ma 2”. Tak banyak kendala berarti juga di lagu ini dan Karat hanya mengulang dua kali dengan dobel melodi suling di sesi ke dua. “Sia Sia Asa Aing” kemudian dialunkan. Kimung kini melatari vokal Man dengan ceracau di sepanjang lagu dan vokal berteriak di sesi refrain. “Sia Sia Asa Aing” hanya sekali dilatih karena sudah fiks. Setelah ini seharunya tiga lagu “Lapar Ma!”, “Nu Ngora Nu Nyekel Kontrol”, dan “Because – Kelas Rakyat” dimainkan, tapi karena sudah dilatih di awal lagu, maka dua lagu pertama diskip, sementara “Because – Kelas Rakyat” akan dilatih bersama Paperback. Tiga lagu ini menjadi penutup babak ke dua konser Karat yang kemudian dilanjut dengan pemutaran video footage, penyerahan penghargaan dan uacapan terima kasih kepada lima tokoh pilihan Karat, yaitu Gustaff H. Iskandar, Andar Manik, Abah Olot, Mang Engkus, dan Mang Utun. Penyerahan penghargaan dan ucapan terima kasih ini akan dilanjut dengan bermain karinding bersama seluruh audiens yang hadir di konser nanti.

Sesi bermain karinding ini akan menjadi jembatan menuju lagu pertama babak ke tiga, “Ririwa” yang memang dimainkan hanya karinding saja. Di sesi latihan, Hendra bersama Wisnu yang bermain karinding “Ririwa” sementara Kimung dan Yuki bernyanyi bersama melatari vokal Man. Lagu selanjutnya adalah “Yaro”. Ada beberapa kendala di lagu ini namun bisa diatasi dengan baik.

Lagu selanjutnya adalah “Gerbang Kerajaan Serigala”, lagu yang digadang-gadang menjadi titian baru dalam pemahaman permainan karinding Karat dan kemudian dijadikan titel album perdana mereka, sekaligus dijadikan ikon Karat yang pertama. Kimung kembali bernyanyi melatari Man di lagu ini. “Maaf!” kemudian dimainkan menyusul “Gerbang Kerajaan Serigala” sekaligus menutup rangkaian akhir babak ke tiha konser Karat. Di lagu “Maaf!” Man diharapkan bisa berinteraksi merangsang partisipasi penonton untuk ikut bernyanyi bersama di repertoar tengah, “maap kami tidak tertarik pada politik kekuasaan…”

Di panggung nanti, sesi ini ditata sebagai break encore di mana audiens dikondisikan untuk meminta Karat kembali tampil di panggung. Dan setelah jeda beberapa menit, Karat akan kembali tampil di panggung membawakan tiga lagu medley, “Lagu Perang – Kembang Tanjung Panineungan – Kawih Pati” dan lagu penutup konser “We Are the World”.

Di sesi latihan ini, “Lagu Perang” dengan mulus dimainkan yang kemudian disambung dengan “Kembang Tanjung Panineungan” yang dinyanyikan oleh Nyai Sinden Sri Rejeki, akrab dipanggil Nci. Ada beberapa kendala dalam menyambungkan “Kembang Tanjung Panineungan” dengan “Kawih Pati”. Beberapa opsi ditata Jimbot, dari haleuang Nci, suling besar Jimbot, hingga jembatan di akhir lagu oleh goong tiup Okid. Ini masih harus digodok dan akan difiks hari Jumat nanti. Tak banyak kendala di “Kawih Pati” selain atmosfer ketukan celempung Kimung yang harus ditata lembut dan kencang pukulannya.

Karat akan berlatih hari Jumat siang dan gladi kotor di Common Room hari Sabtu sore.

Bismillah, semoga lancar!

8 Maret, Kamis, Madya Gantang

“Madya Gantang” ciptaan Kimung selesai digarap bersama Jimbot untuk Dumb Brother.

Man mengabari jika hari Minggu, Karat akan syuting Liputan 6 SCTV di Tegallega. Malam ini juga Karat akan diwawancara duet maut Eben – Gebeg di Extreme Mosh Pit, Radio Oz.

9 Maret, Jumat,

Malam ini, Karat kembali berlatih dan kini penggarapan lagu untuk konser fokus ke nomor “Kembang Tanjung Panineungan”, terutama bagamana Karat bisa mengisi waditra yang lazim dipakai Karat ke dalam alunan kacapi JImbot. Kawih ini ciptaan maestro kawih Sunda, Mang Koko dan sudah lantunkan oleh juru kawih, Euis Komariah. “Kembang Tanjung Panineungan” adalah sepenggal drama mengenai DI/TII. Asep Salahudin, Wakil Rektor IAILM Pesantren Suryalaya, pernah menulis tentang lagu ini di Khazanah, Pikiran Rakyat, 30 Mei 2010 dalam artikel berjudul “Sensitivitas Kawih”. Berikut adalah cuplikannya,

Dalam seloroh politik yang sangat menohok diungkapkan bahwa ketika terjadi ketegangan ideologis antara Soekarno dan Kartosuwiryo, yang menjadi korban adalah mang karta dan mang karna. Pilihan geografis Kartosuwiryo untuk menjadikan tanah Pasundan sebagai basis perjuangannya, bergerilya dari hutan ke hutan tentu banyak menimbulkan implikasi termasuk implikasi fisiologis dan psikologis.

Dalam memperjuangkan keinginannya, DI/TII menggunakan beragam cara termasuk menebar ancaman sekaligus menawarkan pemahaman negara dalam kerangka ideologi keagamaan yang dipahami secara harfiah, agama yang diapresiasi secara ideologis bahkan fantasi mistis bukan epistemologis (pengatahuan). Saya kira sang pemimpin Kartosuwiryo tidak pernah terekam sebelumnya sebagai sosok yang akrab dengan jejak-jejak geneologi epistemologi religius.

Tentu untuk memenuhi kebutuhan logistiknya maka tidak ada cara lain kecuali dengan mengoperasikan teror kepada penduduk setempat seperti simpul diksi yang ditahbiskan kepada mereka sebagai gerombolan. Tidak aneh juga apabila DI pun diplesetkan menjadi Duruk Imah. Memang seperti itu kenyataannya.

Lagi-lagi pasukan Siliwangi yang kemudian bahu membahu dapat menghentikan laju DI/TII melalui strategi pagar betis. Kembang Tanjung Panineungan yang ditulis Mang Koko dengan sangat menarik memotret pragmen tragis peristiwa ini.

Mang Koko memotretnya tidak dari optik narasi besar, namun dari dialog batin antara ibu yang sedang hamil dengan calon anaknya di satu sisi, dan bapaknya di sisi lain yang ikut menjadi bagian dari pasukan pagar betis yang akhirnya harus menemui kematian. Justru pilihan optik ini yang membuat apa yang telah ditulis Mang Koko menjadi terasa amat lembut dan mampu mengoyak sensitivitas kasadaran para pembacanya. Kita simak penggalan Kembang Tanjung Paninengan ini:

Anaking jimat awaking//basa ema mulung tanjung rebun-rebun//di pakarangan nu reumis kénéh//harita keur kakandungan ku hidep//geus opat taun katukang//ema nyipta mulung béntang//nu marurag peuting tadi//béntang seungit ditiiran pangangguran.//Anaking jimat awaking//basa ema mulung tanjung rebun-rebun//beut henteu sangka aya nu datang//ti gunung rék ngabéjakeun bapa hidep//nu opat poé teu mulang//ngepung gunung pager bitis//cenah tiwas peuting tadi//layonna keur ka dieukeun, dipulangkeun//Harita waktu//layonna geus datang//ema ceurik ieuh, balilihan//ras ka hidep ieuh na kandungan//utun inji budak yatim deudeuh teuing//harita waktu layon geus digotong//ema inget ieu kana tanjung//dikalungkeun na pasaran//kembang asih panganggeusan ieuh, ti duaan//Anaking jimat awaking//lamun ema mulung tanjung reujeung hideup//kasuat-suat nya pipikiran//tapina kedalna téh ku hariring//hariring éling ku éling kana tanjung//nu dipulung éh, kembang tanjung//nu nyeungitan pakarangan//nu nyeungitan haté urang, panineungan.

Sayang, Kartosuwiryo historis telah lama meninggalkan kita dengan sekian luka yang ditinggalkannya, namun ’Kartosuwiryo simbolis’ masih tetap hidup dan menebar daya pikat bagi sekelompok orang yang selalu berhasrat mendirikan negara di luar arus utama yang telah diikrarkan oleh para pendiri bangsa secara sepakat. Agama dalam balutan jubah ideologis dan mistis masih tetap menebarkan pesonanya walaupun sesungguhnya apologis dan a historis, padahal ke depan justru yang harus dihadirkan adalah format keberagamaan (kenegaraan) dalam warna epistemologis yang pasti dapat menawarkan damai dan mententramkan.

Kemampuan Ncie mambawakan lagu ini sangat layak endapatkan acungan jempol. Saya kira saya—dan siapa pun yang mendengar—akan jatuh cinta kepada Ncie melalui kawih ini hahaha…

10 Playlist Jon 666 : Tarawangsa, The Beatles, Mang Koko, Eddie Vedder, Pearl Jam, Pink Floyd, Peterpan, Michael jackson, Turbonegro, Ratos de Porao

Books : Al Qur’an al Karim,

Movies : Black Swan